Sebelumnya, Bripda Ignatius tewas tertembak di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat pada Minggu (23/7) pukul 01.40 WIB.
Awalnya, keluarga Ignatius mendapatkan informasi bahwa anak mereka meninggal karena sakit parah. Namun, setelah berada di Jakarta, keluarga tersebut mengetahui bahwa anaknya meninggal karena ditembak.
“Kami dihubungi oleh Mabes, dan Mabes memberitahu bahwa anak kami sedang sakit parah,” ujar Jelani Christo, kuasa hukum keluarga Ignatius, saat dihubungi pada Kamis (27/7).
“Namun saat dilakukan otopsi, kami sendiri melihat bahwa tidak ada luka memar, namun ada bekas luka seperti tembakan di leher,” tambahnya.
Selanjutnya, proses etik akan dilakukan oleh Divpropam Polri karena kedua tersangka adalah anggota Densus 88 Antiteror Polri. Sementara itu, perkara pidana akan ditangani oleh Polres Bogor.
Tragedi Kematian Bripda: Mengungkap Kekhawatiran Terkait Senjata Api Ilegal dalam Lingkungan Polisi
Dalam menghadapi peristiwa ini, keluarga korban juga mengalami kejanggalan dalam pemberitahuan awal tentang kematian Bripda Ignatius. Hal ini menunjukkan pentingnya transparansi dan keterbukaan dari lembaga-lembaga penegak hukum dalam berkomunikasi dengan keluarga korban atau masyarakat terkait insiden serius seperti ini.
Kasus ini harus diungkap secara menyeluruh untuk memastikan keadilan bagi keluarga korban dan mencegah kejadian serupa di masa depan.