Rapat di Komisi III DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dalam upaya mengatasi masalah korupsi di Indonesia.
Namun, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengatakan RUU tersebut hanya bisa disahkan apabila para ketua umum partai menyetujuinya.
Di sisi lain, anggota Komisi III DPR Benny Kabur Harman mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) apabila diperlukan.
Terdapat perdebatan hangat mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset di Indonesia. Anggota Komisi III DPR, Benny Kabur Harman, menyarankan agar Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk RUU tersebut jika dianggap penting untuk mengatasi masalah korupsi.
Hal ini terkait dengan adanya dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan yang menjadi sorotan publik.
Namun, Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, memberikan tanggapan berbeda terkait RUU Perampasan Aset. Ia menyebut bahwa RUU tersebut hanya dapat disahkan jika para ketua umum partai menyetujuinya.
Selain itu, Pacul juga menekankan bahwa semua anggota DPR patuh pada “bos” masing-masing. Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk berkomunikasi dengan para ketua umum partai sebelum mengesahkan RUU tersebut.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo pernah meminta saran dari Bambang Pacul mengenai dua RUU, yaitu RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Pacul memperkirakan bahwa RUU Pembatasan Uang Kartal akan ditolak oleh DPR, sedangkan RUU Perampasan Aset lebih mungkin disahkan. Namun, ia kembali menekankan pentingnya berbicara dengan para ketua umum partai terlebih dahulu.
RUU tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana telah masuk dalam daftar 39 rancangan dan revisi undang-undang (RUU) yang akan masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2023.
Keputusan ini telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR ke-13 masa sidang II tahun 2022-2023.
Dalam RUU tersebut, terdapat beberapa aturan yang mengatur mengenai perampasan aset dari pelaku tindak pidana, baik itu perorangan ataupun badan usaha.
RUU Perampasan Aset ini diharapkan dapat memperkuat upaya pemerintah dalam memberantas korupsi dan tindak pidana keuangan.
Namun, perdebatan mengenai RUU ini masih terus berlanjut. Ada yang menyambut baik RUU tersebut, namun ada juga yang menyatakan kekhawatiran akan penyalahgunaan aturan tersebut oleh pihak berwenang.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa RUU Perampasan Aset ini dapat diterapkan dengan adil dan tidak menimbulkan kesewenang-wenangan.
Pembahasan RUU Perampasan Aset terus bergulir di Komisi III DPR dengan fokus pada upaya penanganan kasus korupsi. Meski terdapat hambatan dalam proses pengesahan, RUU tersebut masih menjadi prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2023.
Sementara itu, pemerintah diingatkan untuk melobi ketua umum partai dan bahkan mengeluarkan Perppu apabila diperlukan untuk mempercepat penanganan korupsi di Indonesia.