Jakarta, Memo
Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta bakal melayangkan gugatan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Hal ini dikarenakan adanya pemblokiran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang terjadi beberapa hari lalu.
“LBH Jakarta bersama masyarakat akan mempersiapkan gugatan kepada Menkominfo untuk membatalkan tindakan dan kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang serta melanggar hukum dan HAM tersebut,” kata LBH Jakarta dalam siaran pers, dikutip Senin (8/8/2022).
LBH Jakarta sendiri telah membuka Pos Pengaduan #SaveDigitalFreedom selama tujuh hari sejak 30 Juli 2022. Pos ini diperuntukkan bagi masyarakat yang dirugikan akibat pemblokiran sewenang-wenang maupun represi kebebasan di ranah digital karena pemberlakuan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020).
Selama tujuh hari pos dibuka, LBH Jakarta menerima 213 pengaduan. Terbanyak muncul pada 31 Juli 2022 dengan 75 pengaduan dan 1 Agustus dengan 62 pengaduan.
Rincinya, Pelapor ini mencakup 211 individu dan dua perusahaan dengan jenis pekerjaan freelancer (48 persen), karyawan swasta (14 persen), developer (12 persen), mahasiswa/pelajar (12 persen) hingga pekerjaan lain seperti dosen, musisi dan entrepreneur.
Dari 213 pengaduan masuk, 194 pengadu menjelaskan permasalahan dampak kebijakan. Sedangkan 18 sisanya berupa dukungan, protes kebijakan, hingga pertanyaan hukum.
“Hanya 62 Pengadu yang melampirkan bukti kerugian, di mana total kerugian diestimasikan mencapai Rp 1.556.840.000. Adapun masalah yang paling banyak diadukan terkait dampak pemblokiran Paypal yang mencapai 64 persen,” kata LBH Jakarta.
Berdasarkan data tersebut, LBH Jakarta berpandangan:
Pertama, tindakan pemblokiran dengan alasan tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) justru mengorbankan masyarakat dengan timbulnya kerugian yang besar dan meluas khususnya pada pekerja industri kreatif.
Pemerintah tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan aspek kepentingan masyarakat sebelum melakukan tindakan pemblokiran. Hal tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 52 jo Pasal 10 UU Administrasi Pemerintahan.
Kedua, tindakan pemblokiran tidak sesuai dengan standar dan mekanisme HAM. Pembatasan akses internet tidak dapat dilakukan sewenang-wenang karena prinsipnya akses internet adalah hak asasi manusia yang terkait dengan hak atas informasi, hak kebebasan berekspresi, hingga hak memperoleh kehidupan yang layak.
Ketiga, tindakan pemblokiran kominfo merupakan perbuatan melawan hukum penguasa karena tidak sesuai dengan standar HAM, tidak terdapat alasan pembenar menurut hukum, bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat luas.