“Tujuannya adalah menjadi suara bagi para pemilih yang memandang kritis terhadap pemerintah. Artinya, ini adalah segmen pemilih yang diincar oleh Anies,” ujarnya.
Wasis percaya bahwa kritik yang dilontarkan Anies akan menjadi ciri khasnya. Dia yakin Anies akan terus mengeluarkan kritik-kritik lain dalam debat-debat selanjutnya.
“Ini akan menjadi simbol atau ciri khas dari Anies ke depan, karena sejak debat perdana, Anies sudah memainkan peran ini,” katanya.
Selain Anies, Wasis juga menyoroti bahwa Prabowo sering menggunakan narasi patriotik dalam debat perdana. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataan Prabowo seperti ‘saya rela mati untuk bangsa dan negara’ hingga ‘perjuangan yang sangat panjang untuk meraih kemerdekaan’.
“Narasi patriotik, cinta pada tanah air, itu memang ciri khas dari Prabowo,” katanya.
Sementara itu, menurut Wasis, Ganjar sering diidentifikasi dengan kelompok-kelompok marginal yang terpinggirkan. Salah satunya terlihat dari pernyataan Ganjar dalam debat perdana yang menyinggung tentang pentingnya memberikan perhatian kepada kelompok-kelompok rentan.
“Dia lebih fokus pada kesejahteraan, dan Ganjar memposisikan dirinya sebagai suara dari golongan yang terpinggirkan. Ganjar menjadi corong suara bagi golongan ini yang selama ini sering diabaikan,” kata Wasis.
Kritik Tajam Anies, Narasi Patriotik Prabowo, dan Suara Kelompok Rentan: Dinamika Debat Capres yang Mempengaruhi Pilpres
Dalam debat yang menjadi sorotan publik, Anies Baswedan tampil sebagai pengkritik vokal terhadap keputusan pemerintah, menggugat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan fenomena ‘ordal’. Kritik tajamnya diakui sebagai upaya memperkuat citra sebagai figur oposisi dan menarik pemilih kritis yang kurang puas terhadap kondisi saat ini.
Sementara itu, Prabowo Subianto menonjolkan narasi patriotik, sementara Ganjar Pranowo menyuarakan kepentingan kelompok rentan. Dinamika kritik dan narasi yang diusung masing-masing kandidat menandai perdebatan penting ini.