“Selama ini potensi kebocoran atau korupsi dalam pengadaan barang dan jasa karena tertutupnya proses pengadaan, sehingga semakin tertutup informasinya, maka celah korupsi semakin besar,” ujarnya.
Berdasarkan data nasional, lanjut Agus, 40-60 persen anggaran belanja bocor karena pengadaan yang tidak sehat, tidak transparan dan tren yang terjadi sekarang adalah proses pengadaan seolah dibuka, tapi masih banyak permainan arisan tender.
“Seolah-olah sekian banyak penawaran dalam pengadaan itu, namun pihak yang menang tender hanya penyedia itu-itu saja. Kami mendorong para pemuda, seperti Komite Pemuda Pemantau Barang dan Jasa di Jember, ikut memantau pengadaan itu,” katanya.
Ia berharap kegiatan yang dilakukan dengan kerja sama berbagai pihak dapat memperkuat solidaritas kolektif gerakan antikorupsi di daerah, misalnya di Kabupaten Jember, terutama memantau pengadaan barang dan jasa.