Pemilihan presiden di Indonesia menjadi sorotan internasional dengan media asing seperti The Economist membahas profil calon-calon yang akan bersaing untuk menggantikan Joko Widodo (Jokowi). Dalam artikel ini, kami akan merangkum gambaran tentang Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan, serta mempertimbangkan arah kebijakan yang mungkin akan mereka ambil.
Selain itu, kita akan mengevaluasi pentingnya kepribadian dalam pemilihan presiden Indonesia, sesuai dengan pandangan penulis biografi Jokowi, Ben Bland.
Profil Prabowo, Ganjar, dan Anies: Siapakah yang Berdiri di Puncak?
Pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia kembali menjadi sorotan media asing. Salah satu perhatian utamanya adalah terkait kebijakan yang akan diusung oleh para calon presiden (capres) yang akan bersaing dalam tahun mendatang.
Salah satu media ekonomi berbasis di London, yaitu The Economist, telah mengulas topik ini dalam sebuah artikel berjudul ‘Bagaimana Indonesia Akan Terlihat Setelah Jokowi Pergi?’ yang dipublikasikan di kanal Asia Tenggara mereka.
The Economist telah menggambarkan profil dari calon-calon yang akan menggantikan Jokowi.
Pertama-tama, kita melihat Prabowo Subianto, yang telah dua kali mengalami kekalahan dari Jokowi pada pemilihan sebelumnya. Media ini mencatat bahwa Prabowo pernah dituduh terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di Timor-Leste pada tahun 1980-an, tetapi Prabowo dengan tegas membantah tudingan tersebut.
The Economist juga mencatat bahwa Prabowo sangat menekankan nasionalismenya, mendukung otonomi pangan, dan mengkritik sistem pemilihan umum langsung yang berlaku di Indonesia.
Kemudian ada Ganjar Pranowo, yang menjadi sorotan setelah mantan Gubernur Jawa Tengah ini menunjuk Arsjad Rasjid, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, sebagai ketua kampanyenya. Media ini mengindikasikan bahwa langkah ini mungkin mengisyaratkan bahwa Ganjar lebih serius dalam upayanya terkait reformasi ekonomi, dibandingkan dengan Prabowo.
Pemilihan Presiden Indonesia: Calon, Kebijakan, dan Peran Kepribadian
Kandidat ketiga yang potensial adalah Anies Baswedan, mantan gubernur Jakarta dan mantan menteri pendidikan dalam kabinet Jokowi. Namun, perolehan suaranya jauh tertinggal dibandingkan dengan Ganjar dan Prabowo. Meskipun dianggap sebagai underdog, Anies berhasil memenangkan putaran kedua dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017, dengan dukungan kuat dari pemilih Islam konservatif.
The Economist mencatat bahwa baru-baru ini Anies mendapatkan dukungan dari organisasi masyarakat sipil Muslim terbesar di Indonesia, yang merupakan blok pemilih penting, yang membuka kemungkinan terjadinya persaingan tiga arah.
Selanjutnya, The Economist juga mencoba untuk mengantisipasi arah kebijakan yang mungkin akan diambil oleh masing-masing calon presiden. Ganjar dan Prabowo disebutkan sebagai calon yang mungkin akan mempertahankan beberapa kebijakan Jokowi, termasuk larangan ekspor bahan mentah dan rencana pembangunan ibu kota baru.
Namun, mereka juga mengutip pendapat dari penulis biografi Jokowi, Ben Bland, yang mengatakan bahwa kemenangan dalam pemilihan tidak selalu berarti akan ada kelanjutan dari kebijakan Jokowi. Menurutnya, dukungan dari Jokowi mungkin akan membantu calon mana pun, tetapi tidak ada jaminan bahwa pemenang akan mempertahankan warisan kebijakan Jokowi.
Ben Bland menekankan bahwa dalam pemilu di Indonesia, kepribadian calon seringkali lebih diutamakan daripada detail kebijakan yang mereka usung.
Demikianlah ulasan The Economist mengenai pemilihan presiden di Indonesia dan potret calon-calon yang akan bersaing dalam pemilihan mendatang.
Pemilihan Presiden Indonesia: Calon, Kebijakan, dan Tantangan
Dengan begitu banyak faktor yang memengaruhi pemilihan presiden Indonesia, termasuk kebijakan dan kepribadian calon, satu hal yang pasti adalah bahwa pemilihan ini akan menjadi momen penting dalam perjalanan politik Indonesia, dengan dampak yang mungkin dirasakan di tingkat nasional dan internasional.