RUSAK, rusak….kelakuan Paridi, 35, dari Probolinggo (Jatim) ini. Waktu dinihari bukan dimanfaatkan untuk salat tahajud, eh….malah nyosor bini tetangga di kebun jati. Tentu saja Kusno, 35, suami Sumilah, 30, tidak terima. Biar sudah pisah ranjang, kan masih istri sah. Bagaimana penyelesaiannya? Caroklah mereka.
Lagi-lagi ini kisah orang menggoreng “ikan hias” milik tetangga. Biar bini di rumah sebetulnya lebih cantik, tetap saja dianggap “ikan asin”. Padahal meski “ikan hias” itu gurih juga digoreng bumbu manis, jika ketahuan yang empunya “ikan hias”, bisa jadi ribut. Mending jika hanya main kata-kata, di banyak kejadian nyawa taruhannya. Sebab setiap suami punya prinsip: sedumuk bathuk senyari bumi.
Sesungguhnya, istri Paridi yang bernama Marsih, 32, ini cukup cantik dan gemati (sayang suami) lagi. Tapi ketika melihat Sumilah istri Kusno tetangga belakang rumah, eh …..matanya tak berkedip kayak lampu stopan korslet. Di mata Paridi, Sumilah ini lebih menggairahkan, karena menang bodi, menang putih. Jika dikupas habis, pasti seperti singkong siap diparut untuk dibikin lemet.
Namanya juga bertetangga, sudah barang tentu Paridi sering ketemu Sumilah yang semlohai tersebut. Asal ketemu dia, otaknya langsung ngeres, membayangkan yang mboten-mboten. Alangkah asyiknya bila “ikan hias” itu berhasil digorengnya. Dibumbu asam manis, nasinya beras menthik yang masih panas, woo……syedap sekali itu. Dua bakul nasi juga habis ngkali.
Rupanya penyakit “subita” alias suka bini tetangga itu tidaklah sia-sia.. Sebab diam-diam Sumilah juga memberikan sinyal-sinyal asmara, siap menindaklanjuti aspirasi urusan bawah Paridi. Kenapa bisa begitu, karena sebetulnya rumahtangga Sumilah-Kusno juga sedang mengalami konflik horisontal. Artinya, meski satu rumah tapi tidur di ranjang sendiri-sendiri. Karenanya, bagi Sumilah kehadiran Paridi ini sebagai tokoh alternatip. Jadi seperti anggota DPD lah, jika nanti tak terpilih lagi bisa bergabung masuk Hanura.
Peluang itu tak disia-siakan oleh Paridi. Jika sudah siap berkoalisi, musti ditindak lanjuti dengan eksekusi. Maka ketika Kusno sudah tidur nyenyak, diam-diam Sumilah keluar rumah, menemui Paridi di kebun jati. Di antara semak-semak, dengan menggelar tikar plastik, keduanya berpacu dalam birahi. Krusak-krusek dan ngos-ngosan lah!
Kusno – Sumilah memang sedang mengurus perceraian di Pengadilan Agama Probolinggo, tapi belum kelar-kelar juga. Bagi Paridi, ini situasi yang sangat menguntungkan. Jika nanti keduanya sudah bercerai, makin bebas saja berkencan ria. Di kala kondisi Sumilah statusquo saja berani, apa lagi sudah resmi menjadi janda.
Beberapa malam lalu sekitar pukul 01.00 kembali Paridi janjian kencan di kebon jati. Keterlaluan nggak? Jam-jam itu mestinya kan salah tahajud di rumah, eh malah mau kelonan dengan bini orang. Maka Allah pun memberi peringatan, Kusno yang biasanya sudah tidur mendengkur, tiba-tiba terjaga. Dia melihat istrinya ke belakang rumah dan masuk ke kebon jati?
Mau apa, buang air? Kan di rumah sudah ada WC/toilet. Dia jadi curiga, sehingga diambilnya clurit dan diam-diam membuntuti. Ternyata di kebun jati ditemukan Paridi. Jelaslah sudah bahwa keduanya mau berbuat mesum. Ternyata Paridi yang selalu berjaga-jaga dari segala kemungkinan, juga sudah siap dengan clurit. Bercaroklah di tengah malam buta.
Sumilah berteriak minta tolong dan gegerlah warga , Kecamatan Wonomerto. Warga berdatangan, melerai yang sedang “sumbu pendek” gara-gara penistaan bini orang pakai clurit. Tapi Paridi kadung menderita cukup lumayan, dia dilarikan ke RS IGD Probolinggo. Sedangkan Kusno yang hanya menderita luka sedikit, dimintai keterangan di Polsek Wonomerto.