Upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia di Kota Ternate, Maluku Utara, berlangsung dengan sentuhan kritik yang tidak lazim. Sebagai bentuk protes terhadap Pemerintah Kota Ternate, warga setempat mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang di atas bebatuan karang.
Lebih dari lima puluh penduduk mengambil bagian dalam aksi simbolis ini di Dermaga Hiri, menyampaikan pesan kuat terkait pembangunan Dermaga Hiri yang masih terbengkalai. Aksi tersebut mengisyaratkan kegelisahan masyarakat Pulau Hiri atas lambannya penyelesaian proyek tersebut dan memunculkan pertanyaan mengenai kemanfaatan sejati dari kemerdekaan.
Pengibaran Bendera Merah Putih sebagai Bentuk Kritik Terhadap Pembangunan Dermaga
Penduduk di Kota Ternate, Maluku Utara, telah melangsungkan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia dengan cara yang tidak biasa, sebagai bentuk kritik terhadap Pemerintah Kota Ternate. Mereka secara simbolis mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang di atas formasi bebatuan karang.
Tindakan ini diadakan oleh sekitar lima puluh warga di Dermaga Hiri, yang terletak di Kelurahan Sulamadaha, Kecamatan Pulau Hiri, Ternate, pada hari Kamis (17/8). Para warga berdiri berbaris di atas puncak batu karang, sementara bendera dikibarkan di atas struktur tetrapod atau alat pemecah ombak.
Koordinator acara ini, Ardian Kader (25), mengungkapkan, “Kami sengaja mengadakan upacara pengibaran bendera setengah tiang ini di Dermaga Hiri, Kelurahan Sulamadaha, di mana kondisi dermaga masih belum sepenuhnya tersusun dengan baik.
Jika dilihat, terlihat jelas batu karang dan tetrapod yang berserakan di sekitar area tersebut.” Pernyataan ini diambil dari laporan detikcom pada Kamis (17/8).
Ardian menegaskan bahwa tindakan ini adalah upaya inisiatif dari warga sebagai cara untuk mengingatkan Pemerintah Kota Ternate mengenai proyek pembangunan Dermaga Hiri. Pengibaran bendera setengah tiang juga dimaknai sebagai bentuk kritik mereka.
“Dengan sengaja kami menggelar upacara pengibaran bendera di atas formasi karang ini, karena bagi kami, Pemerintah Kota Ternate perlu diingatkan bahwa proses pembangunan Dermaga Hiri haruslah sesuai dengan kondisi yang tengah dihadapi oleh masyarakat Pulau Hiri saat ini. Oleh karena itu, upacara ini merupakan bagian dari cara kami untuk mengkritik langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah kota,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ardian menjelaskan bahwa pembangunan Dermaga Pulau Hiri telah lama menjadi isu yang terus didengungkan, namun hingga kini belum ada tindak lanjut yang konkret. Para warga setempat juga telah beberapa kali menggelar aksi demonstrasi sebagai bentuk protes.
“Ironisnya, sampai tahun 2023 ini kami masih belum merasakan manfaat dari adanya pelabuhan yang memadai,” tambahnya.
Upacara HUT RI di Kota Ternate: Simbol Kritis Warga Terhadap Proyek Dermaga
Selama acara tersebut, pemimpin upacara, Wawan Ilyas, berbicara bahwa beberapa hari sebelumnya, terdapat pasien dari Pulau Hiri yang harus dirujuk ke RSUD Chasan Boesoirie di Ternate. Pasien tersebut akhirnya harus diangkut dengan cara dipikul melewati bebatuan karang.
Wawan berkata, “Kejadian ini, di mana pasien harus diangkut melewati karang, adalah sebuah situasi yang sangat disayangkan. Oleh karena itu, upacara yang kita adakan hari ini adalah salah satu cara untuk menunjukkan sikap kami, bahwa Pemerintah seharusnya tidak boleh lagi mengabaikan aspirasi orang Hiri. Masyarakat Pulau Hiri menginginkan semua kebijakan pembangunan harus didasarkan pada fakta yang nyata.”
Dia menjelaskan bahwa masyarakat Pulau Hiri selama ini telah menghadapi kendala akibat gelombang air laut. Situasi ini terjadi karena adanya sedimentasi di area tempat sandaran perahu, yang membuat para pengemudi perahu sangat kesulitan saat akan merapatkan perahu mereka.
“Di pelabuhan ini, ombak menjadi masalah yang serius, dan saat air surut tiba, masalah ini semakin membesar. Karena adanya sedimentasi di area tempat sandaran perahu, hal ini membuat para nakhoda perahu mengalami kesulitan ketika hendak merapatkan perahu mereka. Oleh karena itu, tujuan dari upacara ini adalah untuk memberikan kritik tajam kepada Pemerintah Kota Ternate,” tegasnya lagi.
Wawan juga menjelaskan arti dari pengibaran bendera Merah Putih setengah tiang. Menurutnya, tindakan ini mencerminkan kesedihan yang dirasakan oleh masyarakat Pulau Hiri terkait dengan kendala-kendala yang mereka hadapi dalam proses pembangunan saat ini.
“Kami mengibarkan bendera setengah tiang sebagai simbol dari situasi sedih yang kami rasakan. Kami melambangkan mengapa kami memilih menggunakan simbol negara dengan mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang. Hal ini karena kami, masyarakat Pulau Hiri, masih merasa sedih atas permasalahan pembangunan yang hingga saat ini belum terselesaikan,” paparnya.
“Kami merasa belum merasakan esensi sebenarnya dari kemerdekaan. Jika dilihat dari sudut pandang pembangunan, kami di Pulau Hiri masih belum merasakannya sepenuhnya,” lanjut Wawan.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Kota Ternate mengenai kritik dari warga serta tindakan pengibaran bendera setengah tiang tersebut.
Protes Warga Kota Ternate: Bendera Setengah Tiang Sebagai Kritik terhadap Pembangunan Dermaga
Dalam konteks perayaan HUT RI yang penuh semangat, penduduk Kota Ternate menunjukkan keprihatinan mereka melalui tindakan tidak konvensional. Pengibaran bendera Merah Putih setengah tiang di atas bebatuan karang menggambarkan kemarahan dan kegelisahan warga terhadap lambannya pembangunan Dermaga Hiri.
Dalam kondisi di mana masyarakat masih harus menghadapi tantangan ombak dan sedimentasi, kesulitan merasakan manfaat dari pelabuhan yang memadai terus menguat. Aksi ini, yang mencerminkan sikap teguh masyarakat Pulau Hiri, menunjukkan pentingnya respons pemerintah terhadap aspirasi rakyat.
Dalam perjalanan membangun bangsa, pesan dari bendera setengah tiang ini menjadi suara yang sulit diabaikan, mengingatkan bahwa kemerdekaan sejati harus tercermin dalam perhatian terhadap kondisi masyarakat yang lebih luas.