NGANJUK, MEMO – Masyarakat kaum agraris ( petani,red) secara umum sangat mengapresiasi program yang dicanangkan Presiden RI, Prabowo Subianto baru baru ini. Yaitu tentang pencapaian swasembada pangan nasional dengan konsekwensi pemerintah membuka pintu Bulog untuk menampung dan membeli hasil panen petani secara langsung dengan harga sesuai HPP yaitu Rp 6.500,- perkilogram.
Dengan program itu, pemerintah berharap kesejahteraan petani bisa terangkat dan bisa memutus mata rantai kelompok spekulan nakal yang hanya mempermainkan harga komoditas petani. Ujung ujungnya petani hanya dijadikan obyek pesakitan oleh kelompok pemodal. Istilah populernya tengkulak untung petani buntung.
Untuk mengantisipasi itu, akhirnya Pemerintah bergerak dan menggandeng stakeholder yang ada di tingkat pusat sampai daerah. Salah satunya menghadirkan BULOG di tengah petani sebagai juru selamat.
Namun sayangnya, realita dilapangan berbalik arah. Di Kabupaten Nganjuk misalnya. Pada musim panen di musim tanam ( MT) pertama pada bulan Pebruari dan Maret tahun 2025 ini belum seluruhnya hasil panen petani terserap 100% ke BULOG. Artinya gabah petani dengan terpaksa masih harus dijual ke tengkulak meskipun dengan harga dibawah ketentuan pemerintah yaitu Rp 6.500,- perkilogram.
Dari data yang berhasil dihimpun, seperti di wilayah Kecamatan Tanjunganom dari 16 desa, 2 diantaranya wilayah Klurahan baru ada 4 desa yang bisa tercover BULOG. Yaitu Desa Jogomerto, Sumberkepuh, Kedungrejo dan Desa Sambirejo.
Sementara kelompok tani di 12 desa dan 2 Klurahan( Tanjunganom Warujayeng) lainnya masih kebingungan mengakses hasil panennya ke BULOG .Karena Aplikasi BULOG trouble alias ngadat. Anehnya dengan polemik ini, pihak PPL tampaknya tidak bisa berbuat banyak untuk membantu petani agar hasil panennya bisa didaftarkan melalui aplikasi milik BULOG.
Yang bisa diperbuat PPL sementara ini hanya menginformasikan bahwa sampai tanggal 28 Maret mendatang pendaftaran serapan gabah petani sudah ditutup. Dan dimungkinkan pendaftaran bisa dibuka kembali setelah hari raya idul Fitri. Dengan alasan alat pengering milik BULOG sudah tidak mampu menampung gabah dari petani dengan kapasitas yang dibatasi yaitu 600 ton perhari.