“Keputusan Perbasi tanpa melalui proses demokrasi dalam Munas adalah tindakan yang melanggar prinsip-prinsip dasar demokrasi dan mengabaikan ketentuan yang ditetapkan oleh FIBA. Hal ini tidak hanya merugikan kepentingan para pemain, pelatih, dan penggemar bola basket Indonesia, tetapi juga merusak citra olahraga di Indonesia terutama basket di tingkat nasional dan internasional,” katanya.
Salah satu penggagas AMBI, Rakhmat Nopliardy yang juga mantan pengurus Perbasi 2015-2019 menyarankan Perbasi untuk segera mengambil tindakan yang tepat dan membatalkan keputusan tersebut dan harus menunjuk panitia pengarah dan panitia pelaksana munas di bulan Juli sesuai AD/ART pasal 30.1. Pasal tersebut menyebutkan bahwa PP Perbasi harus membentuk panitia penyelenggara Munas Perbasi paling lambat bulan Juli tahun 2023, 3 bulan sebelum berakhirnya masa bakti kepengurusan 2019-2023 tepatnya di bulan Oktober 2023.
“AMBI juga berharap agar Perbasi dapat mendengarkan suara masyarakat dan segera memulihkan kepercayaan publik dengan mengadakan Munas yang adil dan demokratis sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh FIBA,” ucapnya
Jika Perbasi tetap pada pendiriannya, AMBI mengancam akan melaporkan Perbasi ke Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia dan Court of Arbitration for Sport (CAS). Langkah ini diambil agar menjadi pembelajaran bagi Perbasi dan tidak di tiru oleh induk cabang olah raga lainnya.