Ini Alasan Mendalam di Balik Lonjakan Harga Minyak Terbaru!

Ini Alasan Mendalam di Balik Lonjakan Harga Minyak Terbaru!
Ini Alasan Mendalam di Balik Lonjakan Harga Minyak Terbaru!

MEMO

Harga minyak dunia, khususnya minyak mentah Brent dan West Texas Intermediate (WTI) AS, mengalami kenaikan di awal perdagangan hari Selasa (22/8). Namun, pendorong kenaikan harga minyak ini berkisar antara harapan atas penurunan persediaan minyak dan bensin AS, serta kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi China yang mungkin membatasi kenaikan harga minyak. Dalam konteks ini, mari kita lihat lebih dekat apa yang terjadi di pasar minyak dunia.

Bacaan Lainnya

Penurunan Persediaan AS vs. Perlambatan Ekonomi China: Kunci Kenaikan Harga Minyak

Harga minyak dunia mengalami kenaikan di awal perdagangan hari Selasa (22/8). Menurut laporan dari Reuters, harga minyak mentah Brent naik sebesar 10 sen, mencapai US$84,56 per barel. Di sisi lain, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga mengalami kenaikan sebanyak 9 sen, mencapai US$80,81 per barel.

Harga kontrak WTI yang akan berakhir pada bulan September juga mengalami kenaikan sebesar 11 sen, mencapai level US$80,23 per barel.

Para analis menghubungkan kenaikan harga minyak ini dengan reaksi pasar terhadap data persediaan minyak mentah dan bensin AS. Sebelumnya, para analis telah memproyeksikan penurunan persediaan minyak mentah dan bensin AS pada minggu sebelumnya.

Dampak Data Ekonomi AS Terhadap Prospek Harga Minyak Dunia

Selain itu, pasar juga sedang memperhatikan data awal Indeks Manufaktur Pembelian (PMI) AS untuk bulan Agustus dan acara simposium ekonomi tahunan Federal Reserve yang akan digelar di Jackson Hole. Kedua data ini dijadwalkan akan dirilis menjelang akhir pekan.

Namun, kekhawatiran pasar tetap terfokus pada perlambatan ekonomi China, yang membatasi kenaikan harga minyak. Eurasia Group dalam sebuah laporan mengatakan, “Pelemahan ekonomi China memberikan tekanan pada harga minyak dan kemungkinan akan menetapkan batas atas bagi harga minyak sepanjang tahun ini, terutama karena tampaknya pemerintah Beijing tidak akan meluncurkan stimulus fiskal dalam skala besar.”

Pos terkait