Menurut Ali Wasini, selaku kuasa hukum Suharti, termohon eksekusi, kliennya tidak pernah menguasai ataupun menempati obyek eksekusi. Meskipun statusnya adalah saudara dari pemilik rumah, Suharti tinggal di Surabaya dan jarang datang ke Nganjuk.
“Klien kami tidak menguasai atau menempati obyek eksekusi. Saya catat dan saya akan melakukan upaya hukum. Saya sudah mengajukan gugatan dua di PN, yaitu perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan gugatan perlawanan eksekusi, serta melakukan gugatan pembatalan sertifikat di PTUN, ” tegas Ali Wasini.
Dijelaskan, yang menguasai dan menempati obyek tersebut adalah Ir. Puji Hartono, selaku ahli waris almarhum. Sementara termohon eksekusi yang prinsip dan mendasar justru ibu Suharti. Padahal, menurutnya, dia (Suharti) tidak pernah menempati.”Ibu Suharti adalah saudara seibu dari pemilik rumah, tetapi beliau domisili di Surabaya. Di sini hanya sambang cucu, itu pun hanya di dekat pasar,” beber Ali Wasini.
Ali Wasini membeberkan secara kronologis, pemilik rumah Putut Heri Purnomo menjaminkan sertifikatnya ke Bank BNI Kediri untuk mengajukan pinjaman sebesar Rp 2,8 miliar. Dana tersebut untuk tambahan modal usahanya.Tetapi, sejak tahun 2014, pemilik sudah tidak bisa mengangsur karena meninggal dunia. Selama ini pemilik tinggal seorang diri, dan belum menikah hingga meninggal dunia di usianya yang ke 54 tahun.
“Luasannya 6.400 sekian dan hutang Rp 2,8 miliar. Beliau (pemilik) meninggal 2014 lalu terjadi kredit macet karena meninggal dunia itu. Lahan ini kalau dijual cepat bisa laku Rp 6-7 miliar, sama bank di lelang harga murah sekali Rp 3,7 miliar. Ini bentuk kerugian yang diderita principal atau ahli waris,” jelasnya.
Secara terpisah, Akson Nur Huda, pengacara pemohon eksekusi dan juga pemenang lelang Handoko Wicaksono, mengatakan, penentuan nama termohon eksekusi yakni Ibu Suharti telah melalui proses pertimbangan yang matang.
Bahkan, telah diuji di muka persidangan. Sehingga, ia mempersilahkan pihak-pihak yang keberatan untuk menempuh upaya hukum, karena tetap akan diladeni.
“Itu hal wajar, apabila ada hal yang mungkin pihak lawan keberatan. Sempat disinggung perihal error in personal. Kita hormati saja. Mekanismenya menguji itu semua di hukum. Bisa mengajukan upaya hukum dan kami siap menghadapi,” tegas Akson Nurul Huda.
Akson menjelaskan secara historis perkara tersebut sehingga ketemu nama seseorang yang menguasainya.
“Debitur ini sudah meninggal dunia. Kemudian yang merasa menempati obyek ini ahli waris. Tetapi setelah diuji di pengadilan kapasitasnya tidak jelas. Kami sudah melakukan investigasi, upaya untuk mengetahui siapa yang menguasai obyek ini. Dan yang menempati adalah Suharti dan Puji,” pungkasnya.(eko)