Masyarakat Bengkalis menghadapi tantangan dalam mencari madu liar di hutan yang sering dianggap sebagai penyebab kebakaran hutan. Namun, solusi inovatif melalui budidaya lebah madu hutan gambut berhasil menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka.
Keberhasilan Kelompok Madu Bien dalam Mengurangi Risiko Kebakaran Hutan
Beragam cara telah ditempuh masyarakat Bengkalis untuk mendapatkan madu liar di dalam hutan. Salah satunya adalah dengan menggunakan asap untuk mengusir lebah sebelum mengambil madu dari sarangnya. Namun, metode ini sering kali dikaitkan dengan penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Tidak bisa dipungkiri, penggunaan asap bisa menimbulkan kebakaran yang lebih luas. Ketika terjadi kebakaran, kami selalu jadi kambing hitam. Padahal, jika hutan terbakar, berarti tidak ada tempat untuk mencari lebah, dan kami kehilangan mata pencaharian,” ujar Rahmadi, seorang pencari madu liar di Dusun Bakti, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Menjadi kambing hitam telah membuat kehidupan pencari madu tidak lagi manis. Sebagai solusi, Rahmadi dan beberapa petani lainnya mencoba membudidayakan lebah madu. Mereka membentuk Kelompok Madu Bien, yang dipimpin oleh Rahmadi, untuk mempelajari ilmu budidaya lebah.
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Sungai Pakning mendukung niat baik ini. Rahmad Hidayat, Jr. Officer II Commrel & CSR KPI Sungai Pakning, menyatakan bahwa Kilang Sungai Pakning terletak di pesisir Provinsi Riau, berseberangan dengan Pulau Bengkalis. Kebakaran lahan dan hutan serta abrasi adalah masalah umum di wilayah ini. Sebagai bagian dari tanggung jawab sosialnya, PT KPI Sungai Pakning berusaha mengatasi bencana yang terjadi di sekitar wilayah operasional perusahaan.
Kilang Sungai Pakning mencari berbagai penyebab bencana, dengan kebakaran hutan seringkali disebabkan oleh pencari madu yang menggunakan api untuk mengusir lebah. Pertamina kemudian menginisiasi program CSR berupa budidaya lebah madu hutan gambut yang juga berfungsi sebagai Eduwisata Lebah Madu Hutan Gambut.
“Kami memanfaatkan hutan gambut di wilayah Sungai Pakning untuk membuat budidaya lebah madu hutan gambut ramah lingkungan sebagai alternatif bagi para petani yang mencari madu di hutan. Ini juga merupakan cara untuk mencegah kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian para pencari madu,” jelas Rahmad Hidayat.
Program ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-8, yakni mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta menciptakan pekerjaan yang layak. Budidaya madu yang dikembangkan oleh Kelompok Madu Bien berhasil mencapai dua tujuan pemberdayaan, yaitu pemberdayaan kelompok masyarakat dan pencegahan karhutla.
Kilang Sungai Pakning meningkatkan kapasitas masyarakat dalam membudidayakan lebah madu khas hutan gambut, seperti spesies apis cerana, apis dorsata, apis trigona, dan apis mellifera. Mereka juga menciptakan perubahan perilaku masyarakat dalam menerapkan cara pemanenan madu yang ramah lingkungan, sambil turut melestarikan hutan gambut.
Budidaya madu ini membuat masyarakat yang sebelumnya mencari madu di hutan kini memanfaatkan lahan di sekitar pekarangan rumah mereka. Sejak budidaya madu dikembangkan, Kecamatan Bandar Laksamana telah berubah menjadi hutan alam yang menjadi penyangga oksigen di wilayah Riau, apalagi lokasinya berbatasan langsung dengan Malaysia. Hasil panen madu dari Kelompok Budidaya Madu Bien memiliki kualitas yang sangat baik sehingga layak untuk diekspor.
Rahmadi dan kelompoknya membudidayakan lebah madu di sekitar rumah, dengan kotak sarang lebah ditempatkan di atas bangku kecil di halaman rumah. Lebah yang dibudidayakan adalah jenis apis trigona, berwarna hitam, berukuran kecil sekitar 4 milimeter, dan tidak menyengat. Biasanya bersarang di lubang pohon, membentuk sarang berbentuk bulat-bulat kecil menyerupai gentong berdiameter satu sentimeter. Madu dari sarang tersebut bisa langsung disesap menggunakan sedotan.
Produk unggulan dari madu trigona ini diberi merek Biene dan dijual baik dalam bentuk curah maupun kemasan. Madu curah dikirim ke Pekanbaru, sementara produk kemasan 225 ml dijual dengan harga Rp 65 ribu – Rp 75 ribu secara daring di marketplace, dengan pembeli dari seluruh Indonesia. Produk ini sudah mendapatkan izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dan sertifikasi halal. “Madu trigona menjadi unggulan, dengan harga sekitar Rp 250 ribu per 650 mililiter,” jelas Rahmadi.
Madu lebah trigona dikenal sebagai pendukung imunitas tubuh, sehingga banyak dicari selama pandemi COVID-19. Permintaan madu tidak hanya datang dari Bengkalis dan Pekanbaru, tetapi juga dari luar daerah, dengan total pendapatan kelompok mencapai ratusan juta rupiah.
Keberhasilan Rahmadi dan kelompoknya mendorong minat warga lain untuk belajar budidaya madu. Saat ini, sudah ada 50 orang dari Desa Tanjung Leban dan 60 orang dari luar desa yang berbagi ilmu budidaya lebah madu.
“Kami sekarang menjadi pionir dalam budidaya madu hutan gambut di Kecamatan Bandar Laksamana, melalui penerapan budidaya dan pemanenan yang berorientasi ramah lingkungan,” kata Rahmadi. Selain itu, Desa Tanjung Leban juga mendapatkan penghargaan Program Kampung Iklim (PROKLIM) Kategori Utama pada 2023.
Agustiawan, Area Manager Communication, Relations, & CSR Unit Dumai yang membawahi Unit Sungai Pakning, menegaskan komitmen perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan dengan memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat.
“Penghargaan ini merupakan apresiasi nyata dari pemerintah, terutama KLHK, kepada PT KPI Unit Sei Pakning, kelompok, pemerintah setempat, dan seluruh stakeholder yang terlibat dalam keberhasilan jalannya program di Desa Tanjung Leban,” ungkapnya.
R. Muh Kun Tauchid, Manager Production Kilang Sungai Pakning, menjelaskan bahwa menjaga kelestarian lingkungan terutama dalam merespons dampak perubahan iklim membutuhkan kerja sama lintas stakeholder untuk memberikan dampak yang besar. “Dampak perubahan iklim sudah sangat terlihat, sehingga peran dari pemerintah, perusahaan, serta masyarakat harus disinergikan untuk menjawab situasi ini,” katanya.
Budidaya Lebah Madu Hutan Gambut: Solusi Ramah Lingkungan yang Meningkatkan Ekonomi dan Kelestarian Hutan
Budidaya lebah madu hutan gambut yang dilakukan oleh masyarakat Bengkalis, khususnya melalui Kelompok Madu Bien, telah membawa perubahan signifikan dalam perekonomian dan kelestarian lingkungan. Dengan dukungan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Sungai Pakning, mereka berhasil mengurangi risiko kebakaran hutan yang disebabkan oleh metode tradisional pencarian madu. Inisiatif ini tidak hanya memberikan alternatif yang ramah lingkungan, tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarakat melalui hasil madu berkualitas tinggi yang layak diekspor.