Bandung, Jawa Barat, mengalami peningkatan suhu yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir akibat pemanasan global. Erma Yulihastin, profesor riset klimatologi dari BRIN, mengungkapkan bahwa suhu di Bandung telah konsisten meningkat sejak awal 2000-an. Perubahan iklim ini mempengaruhi kenyamanan warga Bandung, yang dulu menikmati udara sejuk, kini harus menghadapi cuaca panas yang ekstrem.
Pengaruh Emisi Gas Rumah Kaca pada Kenaikan Suhu Bandung
Beberapa tahun terakhir, suhu di wilayah Bandung, Jawa Barat, semakin meningkat sebagai akibat dari pemanasan global. Erma Yulihastin, seorang profesor riset di bidang klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan bahwa fenomena ini sudah mulai terjadi setidaknya sejak awal tahun 2000-an.
“Perubahan Iklim. Bagi yang tinggal di Bandung: ‘Kenapa akhir-akhir ini cuaca jadi panas dan gerah?’ Sebenarnya, suhu udara tidak hanya memanas baru-baru ini saja, melainkan telah terjadi secara konsisten sejak awal tahun 2000-an. Kota Bandung memang sudah panas sejak saat itu,” ungkapnya melalui akun X @EYulihastin.
Banyak warganet juga mengakui perubahan suhu yang terjadi di Kota Kembang, yang menurut mereka berbeda drastis dibandingkan dulu.
“Dulu (1990), Bandung adalah kota yang sejuk. Pada malam hari sangat dingin, dan di Gegerkalong, saat pagi jam 5 berbicara bisa keluar asap. Sekarang kamar saya harus pakai AC,” cuit akun @manomsoegia.
“Siang hari di Dago sudah seperti di Depok, panas dan engap. Hal ini terjadi akhir pekan lalu,” tambah netizen @unyuu_banget.
M. Furqon Azis Ismail, seorang periset di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, juga mengungkap kontribusi pemanasan global terhadap peningkatan suhu di Bandung.
“Pemanasan global dapat meningkatkan kejadian gelombang panas (heat spike dan heatwaves) di atmosfer dan laut. Menggunakan kombinasi model iklim dan observasi, kami mengamati adanya perubahan iklim ke arah pemanasan (studi kasus di kota Bandung),” tulisnya dalam sebuah kicauan di X, Selasa (7/5).
Furqon menjelaskan bahwa gelombang panas didefinisikan sebagai periode cuaca panas ekstrem yang berlangsung lebih dari 5 hari, dengan suhu ekstrem di atas rata-rata klimatologis. Sementara itu, cuaca panas atau heat spike terjadi dalam periode yang lebih pendek.
Penelitian BRIN Ungkap Anomali Suhu Tahunan di Kota Bandung
Furqon menyebutkan bahwa pengamatan suhu permukaan di Bandung menunjukkan adanya anomali atau penyimpangan suhu tahunan dibandingkan dengan suhu rata-rata jangka panjang, umumnya selama 30 tahun. Pengamatan ini mencatat perubahan suhu di Bandung, yang dahulu dikenal sebagai kota sejuk, kini menjadi lebih hangat.
“Kekhawatiran saya pertama kali muncul terhadap perubahan rezim iklim dari ‘sejuk’ menjadi hangat (climate shift warm) di Bandung,” ujarnya pada Senin (13/5).
Ia mengamati suhu permukaan di Bandung dari tahun 1940 hingga 2023, dan menemukan tren kenaikan suhu panas sejak pertengahan tahun 1990-an hingga saat ini. Data menunjukkan bahwa suhu rata-rata tahunan di Bandung meningkat antara 0,4 hingga 1,4 derajat Celcius.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), suhu rata-rata bulanan di Bandung pada tahun 2000 mencapai 23,1 derajat Celcius. Pada tahun 2002, suhu rata-rata tahunan mencapai 23,55 derajat Celcius dan sedikit meningkat menjadi 23,61 derajat Celcius pada tahun 2023.
Furqon menyatakan bahwa tren emisi gas rumah kaca saat ini dapat meningkatkan kejadian suhu panas di Indonesia, khususnya di Bandung.
“Dengan tren peningkatan gas rumah kaca seperti sekarang ini, kemungkinan besar kejadian suhu panas (heat spike) di Indonesia, khususnya di Bandung, akan semakin meningkat,” ujarnya.
Pemanasan global berkontribusi besar terhadap frekuensi heatwave dan heat spike, yang terkait dengan ketidakseimbangan energi Bumi. Peningkatan gas rumah kaca memerangkap radiasi termal yang seharusnya dipancarkan ke luar angkasa.
Dampak Pemanasan Global pada Suhu Bandung: Dari Kota Sejuk Menjadi Panas Ekstrem
Perubahan suhu di Bandung dari yang dulunya sejuk menjadi panas ekstrem telah menjadi perhatian serius bagi para peneliti dan masyarakat. Pemanasan global berperan besar dalam fenomena ini, di mana peningkatan emisi gas rumah kaca menyebabkan terjadinya gelombang panas lebih sering dan intens. Erma Yulihastin dan M. Furqon Azis Ismail dari BRIN telah mengamati dan melaporkan adanya perubahan iklim yang signifikan ini melalui berbagai penelitian dan observasi.