Kwartir Pramuka Jawa Barat menolak keras keputusan Kemendikbudristek yang menghapus kewajiban Pramuka dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Atalia Praratya, Ketua Kwartir Daerah, menegaskan pentingnya mempertahankan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib untuk membentuk karakter generasi muda sesuai dengan nilai-nilai bangsa.
Penolakan Kewajiban Pramuka oleh Kwartir Jawa Barat
Atalia Praratya, Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Jawa Barat, menegaskan penolakannya terhadap keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menghapus kewajiban Pramuka dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Hal ini terkait dengan pembatalan Permendikbud No. 63 Tahun 2014 yang mengatur tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Ekstrakurikuler Wajib dalam pendidikan dasar dan menengah, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 34 Bagian Ketentuan Penutup Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024.
Atalia menyampaikan penolakan tersebut di Gedung Kwartir Pramuka Jawa Barat, Kota Bandung, pada Selasa (2/4). Dia menjelaskan bahwa penolakan ini didasarkan pada beberapa alasan, termasuk sejarah panjang Gerakan Pramuka di Indonesia yang dimulai sejak 1912 dan diperkuat dengan Instruksi Presiden Soekarno pada tahun 1961.
Menurut Atalia, tujuan dari Gerakan Pramuka adalah untuk membentuk anggota Pramuka agar memiliki karakter yang mencerminkan nilai-nilai bangsa yang mulia, serta untuk menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan Pancasila.
Penolakan dan Harapan Kwartir Jawa Barat untuk Revisi
Dia menambahkan bahwa Gerakan Pramuka sejalan dengan karakter pelajar Pancasila sesuai dengan harapan pemerintah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010. Kegiatan kepramukaan fokus pada pembentukan karakter melalui pengalaman langsung, menjadikannya relevan sebagai persiapan generasi muda menghadapi perubahan zaman.
Atalia berharap Kemendikbudristek dapat meninjau kembali keputusan ini. Dia juga merekomendasikan agar Pramuka tetap menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah dengan penyempurnaan yang diperlukan.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Nadiem Makarim, mencabut status Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah melalui Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Pramuka kini dijadikan kegiatan pilihan sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik.
Pasal 34 Bab V Bagian Ketentuan Penutup Permendikbudristek No. 12/2024 menyatakan bahwa Permendikbud No. 63 Tahun 2014 dicabut dan tidak berlaku lagi sejak diberlakukannya Peraturan Menteri ini pada 26 Maret 2024. Keputusan ini telah ditetapkan di Jakarta pada 25 Maret 2024.
Kontroversi Penghapusan Kewajiban Pramuka dalam Kurikulum: Penolakan Kwartir Pramuka Jawa Barat dan Harapan Akan Revisi
Atalia Praratya, dalam pernyataannya, juga menggarisbawahi bahwa Pramuka tidak hanya merupakan sebuah organisasi, tetapi juga merupakan gerakan yang memiliki tujuan mulia dalam pendidikan karakter.
Oleh karena itu, dia berharap agar keputusan Kemendikbudristek dapat ditinjau ulang dan Pramuka tetap menjadi bagian dari kurikulum pendidikan sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah, dengan penyesuaian dan penyempurnaan yang diperlukan.