Indonesia memiliki beragam sumber energi untuk memenuhi kebutuhan listrik di negeri ini, salah satunya adalah sampah. Oleh karena itu, pemerintah mendukung peningkatan peran Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) melalui penyelarasan dengan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI di Jakarta pada Selasa (21/11/2023), Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, “Penting bagi kita untuk mempertimbangkan dan melengkapi kebijakan umum sampai menjadi sumber energi, seperti pemanfaatan sampah organik dan kota sebagai bagian dari program pengembangan bioenergi nasional.”
Selain itu, Menteri Arifin mewajibkan PT PLN (Persero) untuk membeli listrik yang dihasilkan oleh PLTSa. Langkah ini diambil untuk mendukung Pemerintah Daerah (Pemda) dalam meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, semuanya dalam upaya mengatasi permasalahan sampah. “Pembelian listrik dari PLTSa ini sesuai dengan kebijakan energi nasional (KEN) dan rencana umum ketenagalistrikan (RKUN), termasuk ketentuan harga dan formula tarif listrik dari pembangkit listrik tenaga sampah,” tambahnya.
Optimalkan Sampah sebagai Energi: Arifin Tasrif Ungkap Strategi Nasional
Arifin juga menegaskan bahwa kebijakan pembelian listrik dari PLTSa sejalan dengan upaya mengatasi masalah limbah, meningkatkan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT), dan mengurangi emisi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Presiden RI Joko Widodo telah menyetujui rancangan peraturan Menteri (Permen) tentang penerapan co-firing pada PLTU.
Menteri Arifin menjelaskan bahwa jenis sampah yang dapat dimanfaatkan meliputi limbah rumah tangga, hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, agroindustri, kotoran hewan, ternak, atau bahan organik lainnya.
Lebih lanjut, terkait dengan kewajiban pengelolaan sampah untuk pemanfaatan energi terbarukan, Pasal 47 Daftar Inventaris Masalah (DIM) 412-415 mencantumkan substansi tersebut. Pemerintah mengusulkan penyempurnaan narasi pemanfaatan energi terbarukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pasal 47 RUU EBET menyatakan bahwa pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, sesuai kewenangannya, melakukan pemanfaatan energi terbarukan dengan mengoptimalkan potensi sumber energi terbarukan setempat secara berkelanjutan, mengelola sampah menjadi tenaga listrik untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan melindungi kesehatan masyarakat.
Aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi, dan lingkungan yang berkelanjutan juga harus dipertimbangkan, dengan prioritas pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan kegiatan ekonomi di daerah penghasil sumber energi terbarukan.
Dalam Pasal 47 RUU EBET, pemerintah pusat dan daerah diberi kewenangan untuk mengelola sampah sebagai sumber energi terbarukan. Substansi tersebut mencakup optimalisasi potensi energi terbarukan, pengelolaan sampah menjadi tenaga listrik untuk melawan pencemaran dan melindungi kesehatan masyarakat, serta mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi, dan lingkungan berkelanjutan.
Fokusnya adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan kegiatan ekonomi di daerah sumber energi terbarukan.