Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki, memperingatkan tentang potensi monopoli yang dibawa oleh TikTok sebagai platform e-commerce. Dalam era di mana media sosial dan berjualan semakin terkait, Indonesia dihadapkan pada dilema yang harus segera dipecahkan.
Artikel ini akan mengulas pandangan Menteri Teten tentang TikTok, peran Menteri Investasi Bahlil Lahadila, serta tantangan dan kebijakan yang harus diambil oleh Indonesia dalam menghadapi dominasi TikTok dalam e-commerce.
Menteri Teten Menyuarakan Perlawanan Terhadap Dominasi TikTok dalam Bisnis Online
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki, mengungkapkan keinginannya agar Indonesia mengikuti jejak Amerika Serikat (AS) dan India dalam menolak TikTok sebagai platform untuk berjualan. Menurutnya, tindakan ini penting untuk menghindari monopoli yang diciptakan oleh platform tersebut.
“India telah berani menolak TikTok, mengapa kita tidak? Amerika juga melarang TikTok. Mereka memungkinkan berjualan, tetapi tidak mengizinkan penyatuan antara berjualan dan media sosial. Di sini, media sosial dan berjualan tergabung dalam satu platform,” ujar Teten pada Kamis (7/9/2023).
Teten juga mengkritik langkah-langkah yang diambil oleh TikTok, menyebutnya sebagai bentuk monopoli. Ia menyebut bahwa belanja online saat ini sangat dipengaruhi oleh percakapan di media sosial, termasuk sistem pembayaran yang akan ditawarkan oleh TikTok di masa depan.
“Survei dan penelitian menunjukkan bahwa belanja online sangat dipengaruhi oleh interaksi di media sosial. Apalagi jika sistem pembayaran, pembiayaan, dan logistik semuanya terkendali oleh satu platform, ini bisa dianggap sebagai monopoli,” jelasnya.
Selain itu, Teten juga meminta Menteri Investasi dan Kepala Badan Pengawas Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (BPKM), Bahlil Lahadila, untuk mengintensifkan pengawasan terhadap portal web dan platform digital yang tidak memiliki tujuan komersial (nonprofit) dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 63121. Tujuannya adalah untuk mencegah produk impor agar tidak dapat dengan mudah dijual di pasar dalam negeri.
Menteri Investasi Berperan Aktif dalam Melindungi Produk Lokal
Bahlil sendiri menyetujui kebijakan ini, dan ia juga menyatakan bahwa negara-negara seperti China dan India memiliki regulasi yang lebih ketat terkait e-commerce. Namun, ia juga mengakui bahwa pasar besar Indonesia tidak selalu diikuti dengan perlindungan produk-produk dalam negeri yang memadai. Menurut Bahlil, hal ini terkait dengan kurangnya aturan yang memadai dalam hal ini.
“Begitu, Pak Teten, saya meminta maaf, tanpa adanya peraturan yang ada saat ini, saya telah menginstruksikan kepada deputi saya untuk tidak memberikan izin kepada entitas e-commerce yang datang hanya untuk berjualan tanpa terdaftar terlebih dahulu. Saya telah menghentikannya. Saya siap menghadapi DPR jika ada keluhan dari pihak yang terkena dampak,” ungkapnya.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa ada praktik licik yang dilakukan oleh beberapa pihak, yaitu dengan menjual produk yang sama dengan harga yang lebih rendah, lalu mengakuisisi usaha kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Ketika pelaku usaha lokal mulai bangkrut, mereka akan memainkan permainan dengan volume yang lebih besar dan harga yang lebih rendah.
Menghadapi Dominasi TikTok dalam E-Commerce: Kebijakan yang Harus Diambil Indonesia
Meskipun tantangan besar ada di depan, langkah-langkah ini harus segera diambil oleh pemerintah Indonesia untuk menjaga keberagaman dan keadilan dalam ekosistem e-commerce yang semakin kompleks dan terhubung.