Perundungan dan kekerasan seksual di sekolah adalah masalah serius yang perlu segera ditangani. Hasil asesmen nasional yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengungkapkan angka yang mengkhawatirkan, di mana hampir seperempat peserta didik berpotensi menjadi korban.
Dalam kesimpulan artikel ini, kita akan membahas mengapa Permendikbudristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) sangat penting, serta bagaimana peran bersama dari semua pihak dapat membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari kekerasan.
Permendikbudristek 46/2023: Solusi Tangani Kekerasan di Satuan Pendidikan
Hasil penelitian dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan bahwa sekitar 24,4 persen dari siswa atau peserta didik di satuan pendidikan atau sekolah berpotensi mengalami perundungan.
Hal ini diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek, yaitu Praptono, dalam sebuah webinar dengan tema ‘Pendidikan Berkualitas Tanpa Kekerasan melalui Permendikbudristek PPKSP’ yang diadakan pada Kamis, 24 Agustus.
Praptono menyatakan, “Kemendikbudristek dengan melakukan asesmen nasional baru-baru ini menemukan angka yang sangat mengkhawatirkan, yaitu sekitar 24,4 persen peserta didik yang, berdasarkan pengakuannya, berpotensi mengalami perundungan di satuan pendidikan.”
Tidak hanya itu, dalam proses asesmen yang sama, Kemendikbudristek juga menemukan bahwa sekitar 22,4 persen peserta didik pernah mengalami insiden kekerasan seksual di sekolah.
Praptono menambahkan, “Kami juga mendapati bahwa 22,4 persen peserta didik mengakui pernah mengalami insiden kekerasan seksual berdasarkan hasil survei. Ini merupakan situasi yang terjadi di dalam satuan pendidikan kita.”
Inilah salah satu alasan utama mengapa dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).
Dalam Permendikbudristek ini, terdapat tujuh bentuk kekerasan yang diakui dan diatur, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, kebijakan yang mengandung kekerasan, serta bentuk kekerasan lainnya.
Praptono menjelaskan bahwa banyak bukti telah menunjukkan bahwa kekerasan yang dialami oleh anak-anak selama masa pertumbuhan mereka dapat meninggalkan trauma yang mendalam dan mengganggu proses pembelajaran mereka.
Selain itu, Retno Listyarti, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), mengapresiasi langkah Kemendikbudristek yang merevisi Permendikbud tentang kekerasan di sekolah menjadi Permendikbudristek terbaru, yaitu Permendikbudristek 46/2023.
Peran Bersama dalam Menciptakan Lingkungan Pendidikan Bebas Kekerasan
Retno menyatakan, “Ini pertama kalinya seorang pejabat publik sekelas menteri mengakui kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan, yang mencakup perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. Ini termasuk kekerasan psikis, yang juga diatur dalam Permendikbudristek 46/2023.”
Ia juga menyoroti fakta bahwa kekerasan di satuan pendidikan sering terjadi di Indonesia. Menurut laporan yang diterima oleh FSGI dari Januari hingga Juli 2023, tercatat 25 kasus perundungan di satuan pendidikan.
Retno menekankan pentingnya perlakuan yang hati-hati terhadap korban dan saksi oleh pihak berwenang yang menangani dan mencegah kekerasan di satuan pendidikan. Ia juga memberikan contoh bahwa korban kadang-kadang tidak diberikan perhatian yang cukup, dengan alasan bahwa mereka hanya mencari perhatian.
Dalam Permendikbudristek 46/2023, pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di tingkat sekolah menjadi wajib. Selain itu, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota diamanatkan untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas). TPPK dan Satgas ini harus dibentuk dalam waktu 6-12 bulan setelah peraturan tersebut disahkan.
Retno juga menggarisbawahi pentingnya memberi kesempatan bagi pelaku kekerasan atau peserta didik yang melakukan kesalahan untuk memperbaiki diri, mengingat bahwa anak-anak bisa melakukan kesalahan dan harus diberi kesempatan untuk tumbuh dan belajar dari kesalahan mereka.
Ia berharap bahwa satuan pendidikan dan keluarga dapat bekerja sama untuk mencegah kekerasan dan menciptakan lingkungan tanpa kekerasan, sehingga rantai kekerasan dapat diputuskan.
Dalam webinar yang sama, Psikolog Anak dan Remaja, Vera I Hadiwidjojo, mengingatkan bahwa dampak kekerasan terhadap korban bisa mencakup ketidakpercayaan diri dan depresi. Selain itu, dampak kekerasan juga bisa berdampak pada pelaku jika tidak ditangani dengan baik, dan pelaku mungkin juga telah menjadi korban kekerasan di tempat lain.
Vera mengingatkan bahwa dampak yang semakin parah dapat mengarah ke perilaku kriminal.
Pentingnya Peran Bersama dalam Mencegah Kekerasan di Sekolah: Permendikbudristek 46/2023
Dalam menghadapi tantangan perundungan dan kekerasan di sekolah, kerja sama adalah kunci. Permendikbudristek 46/2023 adalah langkah awal yang positif, tetapi upaya bersama dari semua pihak akan membawa perubahan yang nyata.
Mari bersama-sama menjaga keamanan di lingkungan pendidikan, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan belajar tanpa rasa takut.