MEMO, Jakarta : Aksi demo buruh terbesar dalam sejarah Indonesia telah terjadi, dengan lebih dari 75.000 orang turun ke jalan di seluruh provinsi Tanah Air. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, dengan tegas menyatakan bahwa aksi demonstrasi ini akan berkelanjutan hingga 20 Juli 2023. Dalam upaya untuk mencabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, para buruh telah mengadakan serangkaian unjuk rasa yang meliputi daerah-daerah seperti Banten, Bandung, Semarang, dan Jawa Timur.
Presiden KSPI Said Iqbal Memastikan Aksi Demonstrasi Buruh Berkelanjutan Hingga 20 Juli 2023
Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan bahwa aksi demonstrasi buruh di Indonesia akan terus berlanjut hingga 20 Juli 2023. Jumlah totalnya, lebih dari 75.000 buruh turun ke jalan di seluruh provinsi Tanah Air.Said menjelaskan daerah-daerah di mana aksi demonstrasi buruh akan dilakukan, seperti Banten, Bandung, Semarang, dan Jawa Timur.”Sekitar 75.000 orang buruh di seluruh Indonesia akan berpartisipasi dalam aksi ini. Di Banten pada tanggal 6 Juni, di Gedung Sate Bandung pada tanggal 7 Juni, di Semarang pada tanggal 9 Juni, dan di Jawa Timur pada tanggal 14 Juni,” ujar Said saat diwawancarai oleh wartawan pada hari Senin (5/6/2023).Said mengungkapkan bahwa demonstrasi ini dilakukan secara bertahap di seluruh Indonesia untuk mendesak pencabutan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Di wilayah Jabodetabek sendiri, aksi demonstrasi dilakukan hari ini, Senin (5/6/2023).”Partai Buruh bersama dengan organisasi buruh lainnya mengadakan aksi di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Istana Negara. Aksi ini akan dilakukan secara bertahap mulai dari tanggal 5 Juni hingga 20 Juli 2023,” ucap Said.Said mengaku bahwa aksi demonstrasi di gedung MK dan Istana Negara ini memiliki enam tuntutan. Dua di antaranya terkait ambang batas parlementer sebesar 4 persen dan ambang batas presiden sebesar 20 persen dalam Pemilu 2024.Ia menjelaskan bahwa unjuk rasa ini dilakukan pada saat sidang uji formil kedua Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di MK. Terlebih lagi, Partai Buruh adalah satu-satunya partai politik yang melakukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja.”Partai Buruh akan didukung oleh empat konfederasi serikat buruh terbesar dan 60 Federasi Serikat Buruh di tingkat nasional. Kami akan mengajukan perbaikan ke MK, oleh karena itu aksi ini sangat besar,” ujar Said.Selain itu, Said menegaskan bahwa pihaknya menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan. Hal ini terkait dengan maraknya kasus malpraktik yang dilakukan oleh rumah sakit.”Isu ini sangat penting karena nyawa masyarakat Indonesia dipertaruhkan. Misalnya, aturan yang memperbolehkan dokter asing untuk bekerja di Indonesia tanpa latar belakang yang jelas,” ujarnya.Said juga menyoroti masalah ketidakmampuan untuk menuntut rumah sakit jika terjadi malpraktik. Hanya dokter atau tenaga medis lain yang berisiko menghadapi tuntutan hukum.”Selain itu, ada juga masalah biaya pengobatan yang melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini hanya melindungi kepentingan rumah sakit, dan sangat berbahaya jika dunia medis dikomersialisasikan,” ungkapnya.Dengan tegas, Said menyampaikan penolakannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini sedang dibahas. Ia menekankan bahwa keselamatan hidup masyarakat Indonesia harus menjadi prioritas utama. Aturan yang memungkinkan dokter asing bekerja tanpa latar belakang yang jelas sangatlah berisiko dan tidak dapat diterima.Selain itu, ia juga menyoroti masalah ketidakadilan dalam sistem hukum terkait malpraktik di rumah sakit. Saat ini, rumah sakit tidak dapat dituntut jika terjadi malpraktik, sementara dokter dan tenaga medis lainnya yang menjadi sasaran tuntutan hukum. Said menegaskan bahwa hal ini harus segera diperbaiki agar ada keadilan yang lebih baik dalam menangani kasus malpraktik.Said juga mengkritik kebijakan pengobatan yang melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Menurutnya, hal ini mengarah pada komersialisasi medis yang membahayakan masyarakat. Kesehatan harus menjadi hak yang dijamin bagi semua orang, bukan hanya menjadi alat untuk keuntungan finansial semata.Dengan demikian, Presiden KSPI Said Iqbal dan para buruh terus menggalang dukungan dan melakukan demonstrasi di berbagai wilayah Indonesia untuk mendesak pencabutan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka juga menentang RUU Kesehatan dan mengadvokasi perlindungan kesehatan yang adil dan berkeadilan bagi masyarakat Indonesia. Aksi demo ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam sistem ketenagakerjaan dan sistem kesehatan di Tanah Air.