Jakarta, Memo
Anggota Komisi XI DPR RI Marianus Gea mengatakan, peraturan untuk memadukan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bisa menahan pengemplang pajak yang akan datang.
“Integratif ini akan meminimalisasi ada praktek mengemplang pajak, baik pebisnis atau petinggi besar, yang dengan menyengaja sembunyikan harta bendanya atau pendapatan yang didapat dari beragam faksi, hingga menjadi lebih terbuka,” kata Marianus ke reporter, Senin (20/6/2022).
Menurutnya, dengan pengintegrasian pemakaian NIK karena itu semua aktivitas kegiatan yang berkaitan dengan transaksi bisnis wajib pajak masyarakat negara dapat teridentifikasi secara baik hingga tinggal disinkronisasi.
Karena itu, Politikus PDIP ini yakini peraturan pengintegrasian bisa tingkatkan optimasi penerimaan dan pencegahan praktek pengemplang pajak karena hasilnya semakin lebih terbuka.
“Meskipun banyak pihak yang menjelaskan penyatuan NIK dan NPWP ini akan menghancurkan aturan kehidupan bermasyarakat kita,” terangnya.
Disamping itu, tutur ia, karena ada pengintegrasian ini, karena itu dapat memandang berapa besar tertimpangan di antara Wajib Pajak (WP) dari warga berpendapatan tinggi dengan berpendapatan rendah.
“Dengan begitu karena itu diharap rasio begini di antara yang besar dan kecil tidak begitu berbeda,” ujarnya.
Awalnya, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ihsan Priyawibawa memproyeksikan penerimaan pajak tahun 2022 ini akan capai Rp1.450 triliun sampai Rp1.485 triliun.
Prediksi itu melebihi sasaran akseptasi pajak tahun ini yang dalam APBN sejumlah Rp1.265 triliun.
“Untuk penerimaan pajak sampai tahun akhir ini kami prediksikan dapat Rp1.450 triliun sampai Rp1.485 triliun,” kata ihsan dalam temu jurnalis di Jakarta, Jumat (27/5).
Awalnya, Kantor Staff Presiden (KSP) menggerakkan supaya Wajib Pajak selekasnya manfaatkan Program Pengungkapan Suka-rela (PPS) karena akan usai dalam 36 hari di depan pada 30 Juni 2022.
Deputi III Kepala Staff Kepresidenan RI Panutan Sulendrakusuma dalam info sah diterima di Jakarta, Rabu (25/5), menerangkan jika PPS yang ditata dalam Undang-Undang Harmonisasi Ketentuan Perpajakan (HPP) No 7/2021 itu membuat wajib pajak terlepas dari ancaman administratif dan pelindungan data tidak untuk dipakai dalam penyidikan, penyelidikan atau penuntutan.