Pada masa-masa akhir Kerajaan Majapahit menuju keruntuhan, alam menunjukkan tanda-tanda tidak bersahabat. Musim kemarau panjang membuat tanah menjadi kering kerontang, sumber air semakin berkurang di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur. Alam yang tidak bersahabat membuat situasi sosial kala itu sangat rentan. Gejolak sosial, perang saudara, tawuran antar kelompok terjadi di mana-mana.
Di tengah situasi seperti ini, muncul seorang sosok santun, rendah hati dan peduli sesama. Bagai oase di tengah padang, ia hadir menghalau dahaga bagi mereka yang membutuhkan ketenangan, kedamaian dan keharmonisan. Dia adalah Maulana Malik Ibrahim atau lebih dikenal Sunan Gresik.
Dari sumber Babad Tanah Jawi diceritakan bahwa Sunan Gresik yang hidup pada 1419 M/882 H, merupakan seorang Walisongo, yang pertama dari Sembilan Walisongo terkenal karena kepiawaian mereka dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Sunan Gresik atau Syeh Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia. Dia adalah putra dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syeh Jumadil Qubro
Ia memulai dakwa di daerah Gresik, Jawa Timur dengan mendirikan masjid di Desa Pasucinan, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Di Jawa Timur di wilayah tempat dia berdakwah, kala itu, masih banyak masyarakat yang belum mengenal Islam. Mereka pada umumnya masih teguh dalam menghayati budaya dan tradisi mereka.