Memo.co.id | Tradisi Bersih bersih Sendang , Sumber Air Utama hingga Petilasan Para Wali|
Beberapa daerah di Grobogan terdiri dari pegunungan kapur. Tanah di sana tidaklah mudah sebagai penampung air yang baik layaknya jenis tanah liat. Masyarakat grobogan lebih sering memanfaatkan sumber mata air ketimbang menggali sumur yang tak dapat dipastikan akan adanya air dari dalam galian. Salah satu contohnya ialah Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Masyarakatnya biasa melakukan bersih sendang sebagai sumber utama pengarian desa. Nampak puluhan paralon saling melintang dengan ujungnya di dalam sendang. Ditemukan sejak ratusan tahun, sendang ini tak pernah berhenti menyediakan ari bagi masyarakat sekitar. Konon sedang mudal ini telah ada sejak zaman Walisongo atau Para Wali melancarkan dakwah di Pulau Jawa.
Setiap tahunnya kebutuhan dan kepedulian warga menyelenggarakan bersih sendang. Menguras kotoran dan lumpur yang mengendap di dasar sendang.
Tradisi kuras Sendang Mudal sendiri oleh sesepuh desa mengatakan bermula dari aktivitas Walisongo. Ialah Sunan Kalijaga yang mencari kayu jati untuk mendirikan Masjid Agung Demak di wilayah Sendang Mudal Desa Sugihmanik. Hingga kini tradisi bersih Sendang Mudal menjadi peringatan oleh warga, hingga dijadikan destinasi wisata budaya.
Beberapa orang terpilih turun ke dalam Sendang Mudal untuk membersihkan lumpur dan bebatuan yang tenggelam. Sebelumnya, mereka menjalani ritual doa dan izin kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan keselamatan.
Disediakannya sesaji yang terdiri dari enang blowok (bubur sunsum), cengkaruk gimbal (beras ketan yang disangrai dengan karamel/ gula merah). Tak ketinggalan ingkung bebek, tebu, pace, pisang raja, kelapa muda sebagai buah-buahan yang ada di Desa Sugihmanik. Juga selendang, tikar pandan, kaca pengilon, isir, kinang, kembang telon, sego pucu (nasi tumpeng).
Selepas doa dan harapan, 3 orang warga asli ditunjuk oleh sesepuh desa untuk terjun ke sendang. Merkalah cikal-bakal penduduk Desa Sugihmanik yang akan menguras sendang. Namun sebelumnya, dilakukan sebuah ritual menutup pusat keluarnya sumber mata air menggunakan “badek tape” atau air tape ketan.
Meski sederhana, nampak para warga desa menonton di sekitar bibir sendang. Karena Sendang Mudal inilah yang menjadi penyokong kehidupan mereka selama ratusan tahun. Puluhan pipa paralon ini akan menghisap air sendang langsung menuju ke rumah warga. Uniknya, air selalu tersedia meskipun tiap harinya dipakai oleh warga.
Tak hanya membersihkan air di dalam sendang, para warga juga turut membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar paralon di atas Sendang Mudal. Bekerja sama merawat mata air kehidupan mereka.
Terik mentari sekan tak terasa, berkat naungan pohon besar yang menyeimbangkan air di dalam sendang. Pohon besar ini juga menjadi penyimpan air tatkala kemarau melanda.
Larut dalam kebersamaan, warga desa Sugihmanik menyantap masakan sederhana sebagai pengisi tenaga yang terdiri dari nasi, peyek, sayur, hingga ayam.
Pelaksanaan kuras Sendang Mudal memakan waktu kurang lebih 1 jam. Setelah prosesi kuras sendang selesai, dilanjutkan dengan acara Langen Tayub yang diadakan di “Balai Panjang” (banguan peninggalan Kanjeng Sunan Kalijaga). Acara tersebut sebagai acara puncak dalam prosesi Merti Bumi / Sedekah Bumi.
Lantunan gamelan dan tarian tradisional meramaikan pagelaran Langen Tayup seusai menguras Sendang Mudal. Di sini para warga diperkenankan ikut menari bersama alunan gamelan. Acara Langen Tayub tersebut harus selesai sebelum masuk waktu sholat azar. Jika peraturan dilanggar, dipercaya akan ada musibah yang menimpa warga desa Sugihmanik.