Example floating
Example floating
Megapolitan

Ayam Mati di Lumbung Padi, Inikah Skenario Pemerintah Untuk Buka Kran Impor ?

×

Ayam Mati di Lumbung Padi, Inikah Skenario Pemerintah Untuk Buka Kran Impor ?

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Ini aneh. Pantai terpanjang kedua di dunia mengalami krisis garam di mana mana. Alasan kemarau basah yang berakibat petani gagal panen bukan alasan tepat, lantaran tahun sebelumnya kemarau jauh lebih basah. Hampir sepanjang tahun turun hujan, tapi tidak diikuti dengan keluhan kelangkaan garam.

Pemerintahan Jokowi yang akan membuka kran impor, tampaknya sebuah ironi. Semua pegadang pasti akan bertanya. Kemana aja selama ini. Pemerintah tidak pernah hadir pada inustri penyediaan garam lokal. Bahkan, petani di sepanjang pesisir saja, selamka ini hanya menjadi komoditi politik, pencitraan bahkan korban kebijakan dari pemerintah.

Dimana mana, lonjakan harga sudah gila gilaan. Dampaknya semua masyarakat marasakan. Harga garam seperti barang mulia. Langkah pemerintah melakuan impor pasti bisa menekan harga garam di pasaran. hanya saja, dampaknya akan ke petani garam. Menurut mereka, selama ini pedagang dan petani garam dipinggirkan, begitu garam hilang di pasaran, mereka juga tersingkir dari industri garam lokal.

Ibarat ayam mati di lumbung pagi. Nasi petani yang banyak menggantungkan hidupnya di sepanjang pantai di seluruh Indonesia, juga terancam ‘mati’. Mereka akan ‘mati’ di negerinya sendiri, seiring pemerintah yang akan memberlakukan impor garam dari luar negeri.

Jika di pesisir saja mengalami kelangkaan garam, apalagi di kawasan pedalaman. Solo dan Magelang misalnya, gudang-gudang pedagang kosong dari stok garam. Bahkan kondisi ini membuat ‘galau’ pedagang makanan. Garam sulit didapat, padahal tidak mungkin juga jualan makanan apalagi sayuran tanpa digarami.

“Sejak puluhan tahun hidup saya, baru kali ini kenaikan harga (garam) cukup tinggi,” ungkap Sulastri, pedagang di Pasar Argosari, Gunungkidul. “Stoknya cuma ini, di gudang sudah habis,” kata Wardoyo, pedagang di Pasar Legi, Solo, Selasa (25/7/2017).

Dampak yang dirasakan segara dirasakan di sektor riil. Usaha-usaha rakyat yang menggunakan garam untuk pembuatan produk, langsung terpukul karenanya.

Produsen ikan asin di Jepara lesu karena kesulitan bahan baku. Produsen ikan asing di Rembang langsung menurunkan jumlah produksi. Kesulitan mencari garam, jelas menyulitkan mereka. Di Pekalongan, bahkan sebagian besar produsen ikan asin menghentikan sementara produksinya.

Usaha rakyat pembuatan telur asin di Brebes juga tak kalah terpukulnya. Mereka kesulitan mencari garam grosok. Akhirnya mereka mendaur ulang adonan pengasin. Jika biasanya adonan dipakai dua kali, kini dipakai 4 kali untuk mengasini telur itik.

Di Boyolali, warga peternak sapi perah tak kalah paniknya. Garam grosok biasanya mereka pakai untuk untuk campuran ngombor atau memberi minum sapi-sapi ternak. Kini bukan hanya mahal, barangnya pun sulit didapat.

Ini bukan persoalan remeh, tapi justru aneh. Negeri dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia mengalami krisis garam di mana-mana. Alasan bahwa tahun ini merupakan kemarau basah sehingga mengakibatkan banyak petani garam gagal panen, bukan alasan yang tepat juga.

Toh pada tahun 2016 lalu, Indonesia pernah mengalami kemarau yang ‘jauh lebih basah’. Hampir sepanjang tahun turun hujan, namun tidak diikuti keluhan kelangkaan garam di mana-mana.

Semoga segera bisa diatasi. semoga cara Pemerintah mengatasi, bukan dengan membuka keran impor seluas-luasnnya dengan dalih mengatasi kebutuhan dalam negeri. ( ed )

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.