NGANJUK ,memo.co.id- Gejolak masyarakat akibat terkena dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari bau kotoran ayam ternak dan lalat masih menjadi tren di Kabupaten Nganjuk . Faktanya hingga saat ini persoalan yang tergolong klasik itu belum bisa teratasi secara arif baik dari dinas terkait ataupun dari pihak pengusaha . Endingnya lagi-lagi warga yang menjadi korban.
Dari hasil pengamatan praktisi lingkungan hidup di Kabupaten Nganjuk, Ahmad Rofiq, SH, MH menjelaskan akibat sering munculnya gejolak ditengah masyarakat karena peran pengawasan dari petugas teknis UPTD Dinas Peternakan tingkat kecamatan masih minim.
Termasuk kelonggaran pemberian ijin usaha dari dinas teknis kepada pengusaha tanpa dibarengi dengan upaya analisa lingkungan secara prosedur. Salah satunya kesalahan yang sangat mencolok adalah ketentuan jarak kandang dengan pemukiman penduduk banyak yang tidak memenuhi syarat ijin gangguan ataupun bangunan. Dan yang paling fatal , dari pihak tem pengawas sering kecolongan data perkembangan populasi ternak milik pengusaha.
” Keteledoran petugas biasanya tidak pernah cros cek populasi ternak . Sehingga banyak terjadi jumlah ayam tidak sesuai dengan ijin awal, Modus seperti itu adalah bagian dari kenakalan pengusaha . Namun dari pihak petugas banyak yang tutup mata, ” tegasnya.
Dengan gambaran seperti itu masih dikatakan dia, justru akan membuat leluasa para pengusaha untuk membesarkan populasi tenaknya dikandung maksud agar memperoleh untung besar tanpa memikirkan dampak yang dirasakan oleh warga disekitar kandang.
Dari rentetan peristiwa gejolak warga dengan pengusaha ternak ayam yang terjadi di Kabupaten Nganjuk , pada Selasa ( 1/3 ) kemarin muncul lagi persoalan yang sama yang terjadi di Dusun Patran Desa Sidoharjo Kecamatan Tanjunganom. Dipicu karena terganggu bau tidak sedap dari kotoran ayam potong dan lalat yang populasi cukup tinggi , akhirnya puluhan warga sepakat menuntut pihak pengusaha untuk menutup usahanya karena dirasa sangat menggangu kenyamanan dan kesehatan warga. Aspirasi warga tersebut disampaikan melalui forum dialog di balai desa yang difasilitasi oleh Kepala Desa Sidoharjo Syaiful Anam dan disaksikan jajaran muspika .
Dikatakan koordinator warga , Aswan dihadapan pemilik kandang Wiyono bersikeras tuntutan warga adalah harga mati. ” Warga menuntut kandang dipindah ke tempat lain karena sudah tidak nyaman menghirup udara yang tidak sehat karena tercemari bau kotoran ayam dan lalat. Kami sudah lama bersabar ,” ucap Aswan
Hal sama juga dikatakan Kasibun salah satu warga saat usai dialog berharap agar pengusaha berlaku bijaksana untuk memikirkan keresahan warga. ” Musim penghujan seperti ini jumlah lalat masuk ke rumah rumah warga sangat banyak . Takut saya bisa menimbulkan penyakit ,” katanya.
Sementara itu dikatakan Wiyono dengan tuntutan warga seperti tidak serta merta diiyakan . Pasalnya dalam usaha yang digelutinya sejak tahun 79 itu sudah berijin resmi dari daerah dan propensi. Sehingga dengan dasar itu tampaknya dari pihak pengusaha masih bersikukuh untuk tidak bersedia pindah. ” Kalaupun warga menghendaki selain ayam potong saya masih terima , kalau harus pindah ketempat lain masih saya pikirkan dulu,” tukasnya kemarin usai dialog.
Terpisah dikatakan Kukuh Eko Prastyo selaku Kasi Usaha Tani dan Pemasaran di Dinas Peternakan berjanji akan turun kelokasi untuk melakukan pengecekan dan pendataan ulang jumlah populasi ternak dan surat ijin yang dimiliki pengusaha. ” Dians akan turun dan mengecek kondisi kandang dan mendata jumlah populasi ternak apakah sudah sesuai dengan ijin awal ,” pungkasnya. ( dhanny/adi )