Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II tahun 2024 masih di bawah harapan, hanya mencapai 4,7%. Dalam paparan terbaru di Gedung LPS, Sri Mulyani menyoroti faktor-faktor seperti penurunan permintaan domestik dan krisis sektor properti yang memengaruhi kinerja ekonomi China. Sementara itu, inflasi di Amerika Serikat menunjukkan penurunan yang dapat berdampak pada kebijakan suku bunga bank sentral AS.
Inflasi AS Turun: Bagaimana Ini Mempengaruhi Kebijakan Suku Bunga?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi China saat ini belum menunjukkan kekuatan yang memadai. Dalam laporan terbaru yang disampaikan pada pertemuan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengenai Asesmen Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan III Tahun 2024, yang berlangsung di Gedung Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta pada Jumat, 2 Agustus 2024, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II tahun 2024 hanya mencapai 4,7%.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa meskipun China menargetkan pertumbuhan ekonomi domestiknya sebesar 5%, pencapaian aktual masih berada di bawah target tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa performa ekonomi Negeri Tirai Bambu belum memenuhi harapan mereka. Penurunan permintaan domestik menjadi salah satu faktor utama di balik lemahnya konsumsi dan investasi di China. Selain itu, krisis di sektor properti juga turut memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap ekonomi negara tersebut.
Sri Mulyani menambahkan, “Krisis yang berlangsung di sektor properti masih memberikan tekanan yang cukup besar. Meskipun upaya-upaya untuk mengatasi masalah ini sedang dilakukan, dampak negatifnya masih cukup terasa.”
Di sisi lain, Sri Mulyani juga mencermati situasi inflasi di Amerika Serikat (AS). Data terbaru menunjukkan bahwa inflasi di AS mengalami penurunan pada bulan Juni 2024. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh menurunnya tekanan harga energi serta faktor-faktor lain di sektor perumahan. Sri Mulyani juga mencatat bahwa tingkat pengangguran di AS menjadi indikator penting yang dapat memengaruhi kebijakan moneter di negara tersebut.
“Penurunan inflasi di AS, yang diiringi dengan meningkatnya tingkat pengangguran, diperkirakan akan mempengaruhi keputusan bank sentral AS terkait kebijakan suku bunga. Ini bisa berarti bahwa penurunan suku bunga akan terjadi lebih cepat dari yang diproyeksikan sebelumnya,” ungkap Sri Mulyani.
Dengan situasi ini, Sri Mulyani menekankan bahwa perkembangan tersebut penting untuk diwaspadai karena dapat berdampak pada arah kebijakan moneter di masa depan.
Penurunan Pertumbuhan Ekonomi China dan Dampaknya Terhadap Kebijakan Moneter AS
Pertumbuhan ekonomi China mengalami perlambatan signifikan pada kuartal II tahun 2024, dengan angka hanya mencapai 4,7%, jauh di bawah target 5% yang ditetapkan oleh pemerintah. Penurunan ini terutama disebabkan oleh lemahnya permintaan domestik dan dampak berkepanjangan dari krisis sektor properti. Masalah-masalah ini menunjukkan bahwa ekonomi China menghadapi tantangan besar dalam mencapai target pertumbuhannya.