Kritik terkait keselamatan kerja juga dilontarkan oleh Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK). Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, menyebut kejadian ini sebagai “tragedi kemanusiaan” yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.
Mirah menekankan bahwa dugaan pelanggaran aturan K3 di PT ITSS dapat menjadi penyebab dari ledakan tungku smelter tersebut. Dia meminta agar manajemen PT ITSS dihadapkan pada proses hukum dan perusahaan ditutup sementara waktu untuk memastikan penyelidikan dilakukan secara menyeluruh.
Mirah juga menyentil soal pengawasan penerapan K3 di Indonesia yang dianggapnya kurang kuat. Menurutnya, hal ini merupakan dampak dari kemudahan investasi yang terlalu ditekankan oleh Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.
ASPEK Indonesia menuntut Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengambil tindakan serius dalam mengawasi penerapan K3 di semua perusahaan di Indonesia.
Kritik serupa juga disuarakan oleh Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Menurutnya, kasus-kasus terkait K3 yang sering terjadi menunjukkan bukan hanya kelalaian, tapi juga dugaan adanya pembiaran.
Iqbal menekankan pentingnya penerapan K3 yang benar-benar ketat dan menyarankan pihak atau perusahaan yang melanggar harus dikenai sanksi berat.
Desakan Ketatnya Pengawasan dan Tindakan Hukum: Sorotan Kritis Terhadap Keselamatan Kerja Pasca-Tragedi di Kawasan Industri Morowali
Praktik ketenagakerjaan yang diduga melanggar peraturan dan kurangnya infrastruktur K3 menjadi sorotan utama dalam tragedi ledakan tungku smelter di Kawasan Industri Morowali. Solidaritas Buruh IMIP Morowali bersama ASPEK Indonesia dan Presiden Partai Buruh menyoroti kelemahan pengawasan serta kurangnya tindakan hukum yang tegas terhadap pelanggar K3.
Mereka menekankan perlunya tindakan serius dari pemerintah dalam mengawasi dan menegakkan K3 di semua perusahaan, serta menuntut sanksi berat bagi pelanggar. Kritik ini tidak hanya menyoroti kejadian konkrit, tapi juga menunjukkan kelemahan struktural dalam sistem pengawasan keselamatan kerja di Indonesia.