Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan tentang dampak suram yang sedang dirasakan oleh perekonomian global, termasuk Indonesia, di tengah pelemahan yang dipicu oleh kenaikan suku bunga dan inflasi.
Dalam situasi ini, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus pada Januari 2024, namun turunnya ekspor menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas ekonomi ke depan.
Dampak Kenaikan Suku Bunga dan Inflasi Terhadap Perekonomian Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengungkapkan gambaran suram tentang situasi dunia saat ini dan masa mendatang. Tanpa disadari, hal tersebut telah berdampak pada perekonomian domestik, khususnya pada sektor ekspor.
Pada tahun 2024, perekonomian global masih dalam keadaan lemah, meskipun tingkat inflasi sudah mengalami penurunan. Menurut Sri Mulyani, pelemahan ini disebabkan oleh kenaikan suku bunga yang signifikan selama 18 bulan terakhir. Namun, ada sedikit harapan bahwa suku bunga akan mulai turun pada paruh kedua tahun ini.
“Penurunan tingkat inflasi global memberikan harapan akan penurunan suku bunga, tetapi ini diperkirakan baru akan terjadi pada paruh kedua tahun 2024,” ujar Sri Mulyani.
Tidak hanya itu, dari segi fiskal, Sri Mulyani juga mencatat bahwa banyak negara di seluruh dunia telah menggunakan anggaran mereka secara besar-besaran selama pandemi dan dalam menghadapi inflasi serta tingkat suku bunga yang tinggi.
“Posisi ini tidak menguntungkan karena banyaknya tekanan ekonomi global dan domestik yang memerlukan intervensi dari segi fiskal dan moneter. Namun, ruang gerak di banyak negara telah sangat terbatas. Hal ini perlu menjadi perhatian kita, bahwa kita harus bisa menghadapi situasi yang sangat rentan dari segi global,” tegasnya.
Indeks Manufaktur PMI yang mengalami kontraksi, atau dengan angka di bawah 50, terjadi di beberapa wilayah Eropa, termasuk Jepang, Prancis, Italia, Inggris, Thailand, Malaysia, Turki, Kanada, dan Afrika Selatan.
Pentingnya Diversifikasi Ekspor dan Stabilitas APBN
“Ini menunjukkan bahwa dunia masih dalam keadaan rapuh atau rentan,” kata Sri Mulyani.
Ia juga menambahkan bahwa hanya 22,7% dari negara-negara yang disurvei dalam Indeks Manufaktur PMI yang telah mengalami pemulihan, dengan angka di atas 50. Di antara negara-negara tersebut adalah Amerika Serikat, Korea Selatan, Vietnam, Australia, dan Brasil.