MEMO – Sebuah kabar mengkhawatirkan datang dari Gunungkidul, di mana dilaporkan sebanyak 20 ekor sapi menemui ajal akibat serangan penyakit antraks. Kuat dugaan, musibah ini dipicu oleh praktik tidak bertanggung jawab, yakni pemotongan sapi yang sudah mati untuk kemudian diperjualbelikan dagingnya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, mengungkapkan bahwa pihaknya menghadapi kendala besar dalam upaya menekan angka kematian sapi akibat antraks yang terus meningkat. “Problemnya, para peternak ini seringkali nekat menjual daging sapi yang mereka potong padahal hewan tersebut sudah mati. Bahkan, belum lama ini ada kejadian sapi dipotong langsung di kandang lalu dijual sejauh satu kilometer,” jelas Wibawanti pada Kamis (10/4/2025).
Lebih lanjut, Wibawanti menjelaskan bahwa tindakan pemotongan dan penyebaran bangkai hewan yang terinfeksi antraks ini berpotensi besar menyebarkan bakteri spora penyakit tersebut ke wilayah yang lebih luas. Pihaknya pun terus berupaya melakukan sterilisasi di lokasi-lokasi bekas penyembelihan hewan yang terpapar antraks.
“Kami tidak tinggal diam dan terus berupaya mencari solusi. Bahkan, selama bulan puasa kemarin, kami telah memberikan pengobatan berupa antibiotik. Rencananya, pekan depan kami akan melaksanakan vaksinasi,” tuturnya.