Example floating
Example floating
Berita

Rahasia Tersembunyi! Kebijakan Baru Pemerintah Soal Pengemplang Cukai

×

Rahasia Tersembunyi! Kebijakan Baru Pemerintah Soal Pengemplang Cukai

Sebarkan artikel ini
Rahasia Tersembunyi! Kebijakan Baru Pemerintah Soal Pengemplang Cukai
Rahasia Tersembunyi! Kebijakan Baru Pemerintah Soal Pengemplang Cukai
Example 468x60

MEMO

Pengungkapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Terkait Kebijakan Pemerintah dalam Menghilangkan Tuntutan Pidana Bagi Pengemplang Cukai.

Mas Dhito Lanjutkan

Insight Direktur Jenderal Bea dan Cukai terkait Kebijakan Pidana

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, menyatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk menghapus tuntutan pidana terhadap pengemplang cukai yang telah membayar empat kali lipat nilai denda tidak dapat dilaksanakan dengan mudah.

Kebijakan ini sebelumnya telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara.

Menurut Askolani, dalam prosesnya, keputusan untuk memberikan ultimum remedium tersebut masih tetap dalam keputusan Kejaksaan Agung, sehingga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan hanya memberikan saran, bukan secara tiba-tiba menghentikan tuntutan.

“Keputusan akhir ada di Kejaksaan Agung, apakah mereka menyetujuinya atau tidak. Oleh karena itu, apa yang kami usulkan dari Kementerian Keuangan bisa saja ditolak atau disetujui,” ujar Askolani ketika ditemui di kantornya di Jakarta, seperti yang dikutip pada hari Senin (4/12/2023).

Oleh karena itu, Askolani enggan untuk mengungkapkan seberapa besar potensi penerimaan negara dari kebijakan PP 54/2023 tersebut. Ia hanya menekankan bahwa dalam memberikan ultimum remedium ini, Direktorat Jenderal Bea Cukai juga akan melakukan seleksi karena harus ada dasar yang kuat.

“Jika kita akan memberikan ultimum remedium, usulan tersebut harus berasal dari Kementerian Keuangan kepada Kejaksaan, pastinya saat kami mengajukannya, harus dengan dasar yang kuat bahwa ini layak untuk kita prioritas-kan dalam penerimaannya daripada mengejar tindakan pidananya,” tegas Askolani.

“Namun, tidak semua yang kami usulkan bisa dilakukan karena ini selektif. Jadi, jika kami di lapangan merasa layak untuk mendorong penerimaan, maka kami akan mengusulkannya kepada Kejaksaan Agung,” tambahnya.

Baca Juga  Kawanan Rampok Minmarket di Kota Kediri Diringkus, Miris Ada Yang Bersenjata Air Soft Gun

Askolani juga menegaskan bahwa PP 54/2023 sebenarnya dikeluarkan sebagai bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dasarnya adalah untuk memprioritaskan potensi penerimaan negara sambil memberikan denda yang tinggi.

“Kewajiban dari pelaku yang kami tindak adalah untuk memenuhi kewajibannya, kemudian mereka akan dikenai denda empat kali lipat, sehingga itulah yang harus dibayarkan untuk menyelesaikan kesalahan proses perpajakan mereka,” ucapnya.

Peluang dan Tantangan Implementasi Kebijakan Kementerian Keuangan terkait Cukai

Berdasarkan kebijakan ini, penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai dapat dilakukan oleh pejabat setingkat menteri atau pejabat yang ditunjuk.

“Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan,” demikian bunyi Pasal 2 Ayat (1) PP tersebut.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.