Rencana investasi Tesla di Indonesia telah menarik perhatian banyak kalangan, namun perkembangan terbaru menunjukkan keputusan untuk memilih Malaysia sebagai tuan rumah kantor perdagangan kendaraan listrik. Rhenald Kasali, seorang ahli bisnis, mengangkat isu utama yang meliputi kerumitan birokrasi, ketidakpastian regulasi, dan kurangnya kesadaran akan Environmental, Social, and Governance (ESG) sebagai faktor penting dalam perdebatan ini.
Analisis Ahli: Birokrasi dan Regulasi, Alasan Tesla Beralih ke Malaysia
Rencana investasi Tesla sebelumnya telah memicu harapan yang tinggi dan harapan dari berbagai lapisan masyarakat dan pelaku bisnis di Indonesia. Namun, perkembangan terkini mengindikasikan bahwa rencana investasi Tesla tersebut tidak terlaksana di Indonesia.
Kabar terbaru menyebutkan bahwa Elon Musk telah memilih Malaysia sebagai lokasi untuk kantor perdagangan kendaraan listrik Tesla.
Seorang akademisi dan praktisi bisnis yang bernama Rhenald Kasali memberikan pandangannya mengenai situasi ini. Ia menjelaskan bahwa sistem birokrasi dan kerangka regulasi di Indonesia masih belum teratur dengan baik. Ketidaktersusunan dalam proses dan potensi keberadaan birokrasi yang rumit diyakini telah menimbulkan kekhawatiran bagi pihak Tesla.
Rhenald menjelaskan, “Ternyata di Indonesia, sistem birokrasi dan kerangka regulasinya cenderung kacau. Ini merupakan tugas besar bagi kita untuk memperbaikinya, ditambah lagi dengan masalah korupsi yang tentunya mengganggu jalannya pemerintahan. Jika Tesla benar-benar berinvestasi di sini, mungkin malah akan menimbulkan kekhawatiran bagi mereka. Oleh karena itu, ini adalah tugas kita untuk melakukan perbaikan yang diperlukan.”
Ketidakhadiran regulasi yang jelas dan transparan telah menciptakan lingkungan yang dianggap tidak stabil bagi perusahaan-perusahaan yang berencana untuk berinvestasi dalam jangka panjang. Ketidakpastian terhadap peraturan dapat menimbulkan keraguan di kalangan calon investor, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap daya tarik negara sebagai tujuan investasi.
Rhenald juga mencatat bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, pernah mengungkapkan ketidakpuasan terhadap sikap Tesla, yang menurutnya terlalu banyak membuat tuntutan.
Peluang Baru: Transformasi Birokrasi dan ESG untuk Menarik Investasi Berkelanjutan
“Sebelum mengunjungi SpaceX, kita telah mendengar bahwa Pak Luhut sebenarnya pernah mengeluhkan perilaku Tesla yang dianggap terlalu banyak menuntut. Padahal, kita berharap agar mereka bersedia berinvestasi di Batam, sebuah kawasan industri yang sangat potensial dan telah disiapkan untuk industri masa depan,” paparnya.
Salah satu aspek penting lain yang ditekankan adalah kurangnya pemahaman tentang Environmental, Social, and Governance (ESG) di kalangan birokrasi Indonesia. Baik Elon Musk maupun Tesla telah dikenal karena komitmen mereka terhadap keberlanjutan lingkungan.
Kekurangan dasar-dasar yang kuat mengenai ESG dan pemahaman tentang pentingnya aspek tersebut di kalangan birokrasi mungkin memainkan peran dalam keputusan Tesla.
“Kita belum melihat adanya kesadaran akan ESG di kalangan birokrat kita. Oleh karena itu, para individu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), dan lembaga birokrasi lainnya perlu dilatih untuk lebih memahami konsep ESG secara mendalam. Pertimbangan terhadap ESG semakin penting bagi perusahaan yang ingin menyelaraskan operasinya dengan tujuan keberlanjutan global,” ungkapnya.
Rhenald menekankan bahwa Indonesia tidak perlu merasa putus asa atas keputusan Tesla untuk membangun kantornya di Malaysia. Masih ada peluang-peluang lain yang dapat diambil, dan yang terpenting adalah melakukan perbaikan terhadap tantangan-tantangan dalam sistem birokrasi, meningkatkan transparansi regulasi, dan mengadopsi prinsip-prinsip ESG.
Langkah-langkah tersebut berpotensi untuk mengubah Indonesia menjadi destinasi yang lebih menarik bagi investasi berkelanjutan.
“Keputusan Tesla untuk memilih Malaysia sebagai lokasi kantornya seharusnya menjadi sebuah peringatan bagi Indonesia. Perjalanan ini belum berakhir, dan kita tidak boleh putus asa. Masih ada peluang-peluang lain yang belum dieksplorasi,” tegasnya.
Tantangan Investasi Tesla di Indonesia: Perspektif Birokrasi, Regulasi, dan ESG
Meskipun keputusan Tesla untuk memilih Malaysia sebagai tujuan investasi menjadi pukulan, Indonesia memiliki peluang untuk memperbaiki kondisi ini. Perbaikan dalam sistem birokrasi, transparansi regulasi, dan kesadaran akan pentingnya ESG dapat merubah citra Indonesia sebagai tujuan investasi yang menarik dan berkelanjutan.
Kesempatan ini mengajak Indonesia untuk bangkit dan mengambil tindakan yang diperlukan guna menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi investasi masa depan.