Example floating
Example floating
Berita

Ini Rahasia Kemenangan Indonesia di Persidangan Melawan Uni Eropa!

×

Ini Rahasia Kemenangan Indonesia di Persidangan Melawan Uni Eropa!

Sebarkan artikel ini
Ini Rahasia Kemenangan Indonesia di Persidangan Melawan Uni Eropa!
Ini Rahasia Kemenangan Indonesia di Persidangan Melawan Uni Eropa!
Example 468x60

MEMO

Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan kompromi dalam menjalankan kebijakan larangan ekspor mineral mentah, menghadapi gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Meskipun mengalami kekalahan awal dalam persidangan, Indonesia terus berupaya untuk mengajukan banding. Dalam pandangannya, larangan ini penting untuk melindungi industri nikel dalam negeri dan mencegah sumber daya alamnya dieksploitasi oleh negara lain.

Keputusan Tegas Menteri Bahlil Lahadalia Soal Larangan Ekspor Mineral

Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, memberikan pandangan terkait kasus banding gugatan Indonesia terhadap Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Pada bulan Oktober 2022, Indonesia mengalami kekalahan dalam gugatan yang berhubungan dengan pembatasan ekspor bijih nikel ke luar negeri yang diajukan oleh Uni Eropa.

Saat ini, Indonesia sedang berupaya untuk mengajukan banding terhadap keputusan tersebut. Bahlil menjelaskan, “Kami sedang dalam proses banding, namun proses ini masih membutuhkan waktu yang lama karena putusan hakimnya belum diambil. Kami yakin bahwa proses persidangan akan berlangsung cukup lama.”

Dalam pertemuan dengan Komisi VI DPR, Bahlil menyatakan bahwa tidak ada negara yang ingin melihat sumber daya alamnya dieksploitasi oleh negara lain. Ia menggunakan analogi ini untuk menggambarkan larangan Uni Eropa terhadap ekspor bijih nikel Indonesia di bawah bendera hilirisasi.

“Tentang masalah WTO, diskriminasi, dan deforestasi, ini semua adalah bagian dari politik perdagangan. Tidak ada negara di dunia ini yang ingin melihat sumber daya alamnya diekspor tanpa hambatan oleh negara lain. Pada akhirnya, isu ini hanya merupakan narasi belaka, sedangkan substansinya sama,” ungkap Menteri Bahlil.

Perlindungan Industri Nikel dan Kepentingan Nasional Indonesia Tetap Utama

Bahlil berpendapat bahwa kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia dan larangan ekspor mineral mentah ke luar negeri diambil karena negara-negara yang telah mengembangkan industri nikel di negaranya tidak lagi dapat memperoleh pasokan bahan baku dari Indonesia, yang merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia.

“Kondisi serupa juga berlaku untuk nikel. Alasannya, kasus ini dibawa ke WTO, adalah karena industri mereka yang telah terbangun tidak lagi dapat memperoleh pasokan bahan baku dari Indonesia, dan jika mereka dapat memperolehnya, harganya akan tinggi,” tambahnya.

Dengan tegas, Bahlil menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mengizinkan tindakan negara lain yang melawan kebijakan Indonesia, bahkan jika mereka mencari bantuan dari organisasi internasional.

“Ketika kami telah membangun produksi, harga kami akan kalah bersaing dengan produksi yang kami bangun di Indonesia. Dan kemudian, mereka menggunakan lembaga internasional untuk mempertanyakan larangan ekspor komoditas ini. Menurut saya, kami tidak akan mentolerir hal tersebut,” tegasnya.

Indonesia Tetap Teguh dalam Kebijakan Larangan Ekspor: Pandangan Menteri Bahlil Lahadalia

Menteri Bahlil secara tegas menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mengizinkan tindakan negara lain yang melawan kebijakan larangan ekspor mineral mentah. Dia percaya bahwa hal ini penting untuk menjaga keunggulan kompetitif industri nikel dalam negeri dan memastikan bahwa pasokan bahan baku tetap tersedia untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dengan berpegang teguh pada prinsip ini, Indonesia berkomitmen untuk melindungi kepentingan nasionalnya, bahkan jika itu berarti harus berhadapan dengan tekanan dari organisasi internasional seperti WTO.

 

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.