MEMO.CO.ID, JAKARTA – Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diinisiasi oleh pemerintah bertujuan untuk membantu pekerja memiliki rumah. Namun, kebijakan ini mendapat kritik karena dianggap membebani baik pekerja maupun perusahaan. Pendiri PT Saratoga Investama Sedaya Tbk, Sandiaga Uno, menyatakan perlunya solusi yang adil dalam pelaksanaan iuran Tapera.
Sandiaga Uno: Tidak Semua Perusahaan Mampu Menanggung Iuran Tapera
Kebijakan pemerintah untuk mendorong pekerja memiliki rumah sendiri melalui program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai sebagai pil pahit yang harus dinikmati untuk kebaikan di masa depan. Pendiri PT Saratoga Investama Sedaya Tbk, Sandiaga Salahuddin Uno, menyatakan bahwa tidak semua perusahaan siap menanggung 0,5 persen dari iuran Tapera, khususnya perusahaan padat karya.
Di sisi lain, pekerja juga merasakan beban dari iuran Tapera yang sebesar 2,5 persen bagi pekerja dan 3 persen bagi pekerja mandiri. Hal ini sangat memberatkan, terutama bagi pekerja dengan penghasilan rendah. Sandiaga mengakui bahwa kebutuhan perumahan rakyat merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Namun, jika kebijakan ini terus ditunda, generasi muda, khususnya Gen Z, mungkin tidak akan pernah bisa memiliki rumah.
“Memang ini pil pahit yang harus kita ambil, tapi kita semua harus sama-sama. Pemotongannya tidak bisa dibebankan ke seluruh pihak,” ujar Sandiaga usai menghadiri acara IndoBisa 2024 di Jakarta, dikutip dari Antara, Minggu (2/6/2024).
Sandiaga, yang juga menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), menambahkan bahwa kebijakan Tapera harus diterima dengan baik oleh masyarakat. Pemotongan gaji seharusnya tidak diberlakukan secara merata untuk semua pekerja dan perusahaan, karena setiap entitas memiliki kemampuan finansial yang berbeda-beda. Terlebih lagi, dalam situasi ekonomi yang menantang dan biaya hidup yang tinggi saat ini, khususnya bagi masyarakat kelas bawah, penting untuk menemukan solusi yang tepat agar beban iuran tidak hanya ditanggung oleh pekerja atau pemerintah semata.
“Ada beberapa perusahaan yang sudah siap karena bisnisnya menghasilkan cash yang banyak. Namun, ada juga yang mengalami tantangan terutama padat karya. Ini harus dicari sebuah equilibrium-nya,” jelas Sandiaga.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan aturan baru tentang Tapera melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Aturan ini disempurnakan untuk mengakomodasi kebutuhan pekerja mandiri atau freelancer. Dalam Pasal 5 PP Tapera ditegaskan bahwa setiap pekerja yang berusia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah dan memiliki penghasilan setidaknya sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera.
Peraturan ini menetapkan bahwa besaran simpanan adalah 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Ayat 2 Pasal 15 mengatur bahwa besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja adalah sebesar 0,5 persen, sedangkan pekerja menanggung 2,5 persen. Untuk peserta pekerja mandiri atau freelancer, iuran ditanggung sepenuhnya oleh mereka sendiri.
Pemerintah Atur Kebijakan Baru Tapera untuk Kepemilikan Rumah Pekerja
Program Tapera yang diluncurkan pemerintah bertujuan untuk membantu pekerja memiliki rumah sendiri. Meski tujuannya mulia, kebijakan ini menimbulkan beban finansial yang cukup berat bagi sebagian pekerja dan perusahaan. Sandiaga Uno menyoroti bahwa tidak semua perusahaan, terutama yang padat karya, mampu menanggung iuran Tapera sebesar 0,5 persen.
Di sisi lain, pekerja juga merasakan dampak yang signifikan dari iuran sebesar 2,5 persen bagi pekerja biasa dan 3 persen bagi pekerja mandiri. Sandiaga menekankan bahwa kebutuhan perumahan merupakan kebutuhan yang mendesak dan tidak bisa diabaikan. Jika kebijakan ini terus ditunda, generasi muda mungkin tidak akan pernah bisa memiliki rumah.
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan aturan baru tentang Tapera untuk menyempurnakan kebijakan ini. Namun, penting untuk terus mengevaluasi dan menyesuaikan kebijakan tersebut agar dapat diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat. Tujuan utama untuk meningkatkan kepemilikan rumah di kalangan pekerja harus tercapai tanpa menimbulkan beban yang berlebihan bagi pekerja dan perusahaan.