“Menurut kami untuk marketplace ini sementara dipandang tidak memiliki kemampuan. Karena ia cuma jadi intermedia pada suatu transaksi bisnis, ia tidak ketahui status sang seller telah penuhi persyaratan atau mungkin tidak,” kata Adrianto dalam penjelasannya di Jakarta, Kamis (22/9/2022).
Maknanya, lanjut Adrianto, dicemaskan terjadi disinformasi karena marketplace tidak ketahui status harus pajak atau PKP dari sellernya. Lalu, mereka disuruh untuk menggunting dan menyerahkan ke kas negara. Walau sebenarnya, menurut dia, ada informasi-informasi tidak dipunyai marketplace, satu diantaranya berkaitan volume transaksi bisnis.
“Pada akhirnya itu memengaruhi kemampuan intermedia, terhitung dari supplier sudahkah PKP atau memang belum untuk penuhi persyaratan itu. Jadi dari segi kemampuan marketplace ini ada masalah yang perlu dituntaskan sebelumnya dapat diaplikasikan,” kata dia.
Di lain sisi, Ketua Umum idEA Bima Pertandingan, mengharap peraturan itu tidak diaplikasikan secara tiba-tiba oleh pemerintah. Karena, dibutuhkan saat yang cukup buat lakukan pembelajaran ke beberapa aktor UMKM. Baca : Tokopedia Jadi E-Commerce Paling Dipercayai dan Dihandalkan oleh UMKM
“Harus dipahami jika barusan ditetapkan undang-undang PDP yang tidak mempunyai waktu dua tahun untuk aplikasinya, itu juga sesudah undang-undang dipersiapkan kita harus juga memberi pembelajaran ke beberapa aktor, begitu halnya Undang-Undang HPP ini bagaimana nanti kita dapat memberi saat yang cukup dalam aplikasinya,” kata Bima.
Maka dari itu, Bima menghimbau ke Pemerintahan untuk lakukan pembelajaran ke aktor UMKM dengan menggamit e-commerce saat sebelum ditetapkannya ketentuan pajak dari e-commerce itu.