Jakarta, Memo
Kepala BKF atau Badan kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan Indonesia dapat saja alami yang namanya gelombang kedua COVID-19 usai dilonggarkannya peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Lantaran, episentrum persoalan COVID-19 di Indonesia terus hadapi pergeseran.
Setelah Jakarta, saat ini Jawa Timur, Jawa Tengah sampai Sulawesi Selatan malah jadi episentrum baru persoalan COVID-19.
“Indonesia bukan tidak mungkin kita mengalami second wave. Jakarta yang saat ini sudah dilonggarkan PSBB-nya harus terus dijaga agar protokol kesehatannya betul-betul dilaksanakan sehingga second wave-nya harapannya tidak terjadi. Namun tantangan kita di Indonesia saat ini yaitu episentrumnya beralih ke Jatim, Jateng, Sulsel, dan lain sebagainya,” kata Febrio dalam diskusi virtual, Sabtu (27/6/2020).
maka dari itu, pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat harus diterapkan di semua wilayah Indonesia, tidak cuma di Jakarta, tetapi juga zona hijau COVID-19. Tujuannya supaya tidak terjadi gelombang kedua COVID-19 di Indonesia.
“Ini yang memang akan terus jadi tantangan kita dalam belan-bulan ke depannya, sayangnya itulah yang jadi fitur utama dari krisis kita tahun ini, maksudnya tidak kita ketahui, kapan berakhirnya pembatasan-pembatasan ini yang disebabkan oleh episentrum yang terus bergeser serta seberapa sanggup kita melaksanakan protokol kesehatan yang lumayan disiplin sehingga kita dapat bebas dari second wave,” paparnya.
Namun, walaupun Indonesia bebas dari gelombang kedua COVID-19, Febrio tidak yakin pertumbuhan ekonomi RI dapat kembali tumbuh ke tingkat 5%.
“Bahkan waktu kita bebas dari second wave juga artinya kita akan hadapi pembatasan, tidak mungkin kita beroperasi ekonomi dalam 100%. Nah maksudnya agar kembali 5%, yang semacam katakanlah kita membayangkan itu bagaikan potensial GDP kita, itu yang akan sulit,” imbuhnya.
Alasannya, pembatasan di wilayah akibat pergeseran episentrum persoalan COVID-19 tadi dapat membawa pengaruh terhadap terhambatnya kegiatan ekonomi di daerah dan ujung-ujungnya pada lapangan kerja secara nasional.
“Dan sayangnya itu yang akan membatasi kita untuk menciptakan lapangan kerja, akan membatasi kita untuk menambah kegiatan ekonomi untuk menuju GDP per kapita yang lebih besar. Itulah yang memang fitur utama dari krisis tahun ini dan mudah-mudahan tidak berkelanjutan mudah-mudahan di 2021 kita betul-betul dapat keluar,” tuturnya. (ARM)