Lonjakan harga beras terus menjadi sorotan, mencapai rekor baru dan semakin menjauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET). Apa yang menyebabkan kenaikan ini, dan bagaimana dampaknya bagi pasar dan konsumen?
Lonjakan Harga Mengejutkan Menggemparkan Negara!
Harga beras terus merangkak naik, bahkan mencatatkan rekor baru dan semakin menjauhi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah sejak Maret 2023. Badan Pangan mencatat bahwa pada Selasa, 13 Februari 2024, harga beras naik sebesar Rp50 hingga Rp60 per kilogram untuk beras premium dan medium secara berturut-turut. Harga beras premium mencapai Rp15.800 per kg sementara beras medium mencapai Rp13.890 per kg.
Pada pekan sebelumnya, tepatnya pada tanggal 6 Februari 2024, harga beras masih berada di angka Rp15.540 per kg untuk beras premium dan Rp13.630 per kg untuk beras medium.
Peraturan Badan Pangan Nasional No. 7/2023 menetapkan HET beras dalam kisaran Rp10.900 hingga Rp11.800 per kg untuk beras medium dan Rp13.900 hingga Rp14.800 per kg untuk beras premium, tergantung pada zona geografisnya.
Secara rinci, Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi memiliki HET beras medium sebesar Rp10.900/kg dan beras premium sebesar Rp13.900/kg. Zona 2 yang mencakup Sumatra (kecuali Lampung dan Sumsel), NTT, dan Kalimantan memiliki HET beras medium sebesar Rp11.500/kg dan beras premium sebesar Rp14.400/kg.
Sedangkan Zona 3 yang meliputi Maluku dan Papua memiliki HET beras medium sebesar Rp11.800/kg dan beras premium sebesar Rp14.800/kg.
Tidak hanya harganya yang terus melonjak, ketersediaan beras premium juga mulai menjadi masalah dengan pembelian dibatasi.
Namun, apa sebenarnya yang menyebabkan terus melonjaknya harga beras? Apakah benar bahwa bantuan pangan yang digulirkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan penyebabnya?
Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, fluktuasi harga pangan dunia merupakan salah satu penyebab kenaikan harga beras. Dia juga menekankan bahwa fluktuasi harga pangan dipengaruhi oleh musim tanam dan musim panen, seperti yang diungkapkannya saat meninjau ketersediaan beras bersama Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi di Ramayana Klender, Jakarta Timur, pada hari Senin, 12 Februari 2024.
Faktor-Faktor yang Memicu Lonjakan Harga Beras dan Dampaknya bagi Masyarakat
Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama Perum Bulog, menambahkan bahwa ketidaksesuaian antara permintaan dan ketersediaan, yang biasa disebut sebagai faktor supply-demand, merupakan penyebab utama lonjakan harga dan kelangkaan stok beras, terutama beras premium.
Dia menjelaskan bahwa sejak tahun 2023, Indonesia mengalami penurunan produksi di sentra-sentra produksi hingga 2,05% akibat efek kemarau ekstrem yang disebabkan oleh iklim El Nino.
Menurutnya, lonjakan harga gabah di tingkat petani, termasuk di sentra-sentra produksi, menjadi penyebab lain dari lonjakan harga beras. Harga gabah telah melonjak di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan sejak Maret 2023. Akibatnya, lonjakan harga beras di tingkat konsumen tidak terhindarkan.
Di sisi lain, pedagang pasar tradisional berpendapat bahwa masalah utama lonjakan harga beras, yang kini mencapai rekor tertinggi dan semakin menjauhi HET, adalah kurangnya kehati-hatian pemerintah dalam pengelolaan perberasan sejak musim tanam tahun 2022. Mereka menganggap bahwa data produktivitas beras terlalu bervariasi.
Untuk mengatasi hal ini, mereka menyarankan agar data beras yang didistribusikan untuk bantuan sosial dan untuk pedagang pasar disinkronkan, yang dianggap penting untuk menjaga stabilitas pasar agar harga beras tidak melambung tinggi.
Mereka juga meminta pemerintah untuk lebih berhati-hati menghadapi lonjakan harga dan kelangkaan beras di pasar tradisional, terutama dalam situasi politik saat ini menjelang pemilihan umum.
Lonjakan Harga Beras: Penyebab dan Dampaknya bagi Pasar dan Konsumen
Secara keseluruhan, lonjakan harga beras disebabkan oleh sejumlah faktor. Mulai dari fluktuasi harga pangan dunia, penurunan produksi di Indonesia akibat kondisi cuaca yang ekstrim, hingga masalah pengelolaan perberasan oleh pemerintah.
Ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan beras menjadi masalah serius, yang kemudian memicu kenaikan harga gabah dan beras. Situasi ini berdampak besar pada pasar dan konsumen, terutama pedagang pasar tradisional dan masyarakat yang harus merasakan beban harga beras yang terus melonjak.
Oleh karena itu, langkah-langkah koordinasi antara pemerintah, petani, pedagang pasar, dan konsumen menjadi sangat penting untuk mengatasi masalah ini dan menjaga stabilitas pasar beras di Indonesia.