Surabaya, memo.co.id
Salah satu tugas dari pada Polri sebagaiamana amanat Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcar lantas). Kamseltibcar lantas merupakan sebuah produk dari saling mempengaruhi secara timbal balik (interplay) antara polisi dengan lingkungan masyarakaat dan kebudayaan sekitarnya. Saling pengaruh tersebut muncul karena didorong adanya kekuatan polisi untuk melaksanakan pemolisian, serta adanya kebutuhan maupun dorongan dari masyarakat luas untuk mendapatkan rasa aman dan keamanan (Bakharuddin, 2015)
Berdasarkan penjelasan di atas dan kaitannya dengan democratic policing, pemolisian yang dilakukan oleh polisi lalu lintas dalam mewujudkan kamseltibcar lantas seharusnya bukan hanya pemolisian yang menuruti maunya polisi saja atau maunya masyarakat saja, melainkan menuruti kemauan keduanya setelah polisi dan masyarakat berdialog. Sehingga masalah-masalah yang menyangkut kamseltibcar lantas didefiniskan dan disepakati bersama oleh polisi dan masyarakat. Sehingga pada akhirnya tugas polisi dan kepuasan masyarakat akan bersinggungan.
Lebih lanjut, untuk mewujudkan kamseltibcar lantas sebagai wujud pelayanan Polri kepada masyarakat di bidang lalu lintas yang berlandaskan democratic policing, maka pelayanan yang diberikan harus berorientasi pada nilai-nilai demokrasi. Menurut Yopik Gani (2015), membangun birokrasi pelayanan publik Polri yang berorientasi pada nilai-nilai publik atau demokrasi, guna mewujudkan pelayanan prima, dalam konteks pernbangunan birokrasi pelayanan Polri dapat diwujudkan melalui 7 (tujuh) prinsip paradigma new public service (NPS) dari Denhardt & Denhardt (2007). Adapun ke-7(tujuh) prinsip tersebut, adalah sebagai berikut:
a. Serve Citizen, Not Customer
Peran utama dari pelayan publik adalah memberi ruang kepada masyarakat untuk mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan yang telah disepakati bersama, dari pada mencoba mengontrol atau mengendalikan masyarakat ke arah yang baru. Dalam konteks ini, Polri seyogiyanya dapat mendorong dan membantu masyarakat mengartikulasikan kepentingan masyarakat melalui dialog yang berkait dengan layanan publik baik dalam bidang Kamtibmas, penegakan hukum maupun pelayanan publik lainnya. Dengan demikian, proses maupun wujud pelayanan publikyang diselenggarakan Polri, adalah benar-benar representasi dari kepentingan masyarakat.
b. Seek The Public Interest
Administrator publik harus menciptakan gagasan kolektif yang disetujui bersama tentang apa yang disebut kepentingan publik. Polri sebagai administrator publik, tentunya harus responsif dan kreatif dalam mengembangkan model atau bentuk layanan yang sesuai dengan dinamika atau tuntutan masyarakat yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka ruang kepada masyarakat(public sphere) lewat berbagai media untuk menyampaikan aspirasinya terkait bentuk dan kualitas layanan publik yang diselenggarakan Polri. Pemanfaatan kotak saran misalnya, adalah salah satu cara atau metode yang dapat diterapkan Polri dalam menyerap aspirasi dari masyarakat.
c. Value Citizenship Over Entrepreneurship
Kebijakan dan program yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan publik dapat dicapai secara kolektif dan responsif melalui upaya-upaya kolektif dan proses kolaboratif. Kebijakan atau program layanan publik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam lingkup tugas Polri tentunya harus melalui upaya kolektif dan kolaboratif dengan masyarakat yang dilayani. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi ruang kepada masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam mengartikulasikan kepentingan mereka dalam pembuatan kebijakan yang berkait dengan pelayanan publik yang diselenggarakan Polri.