Hashim Djojohadikusumo, adik kandung dari presiden terpilih Prabowo Subianto, mengungkapkan bahwa pemerintahan mendatang berencana menaikkan batas utang negara menjadi 50% dari PDB. Langkah ini bertujuan untuk mendanai program-program ambisius Prabowo dan Gibran, seperti penyediaan makanan bergizi gratis, dengan dukungan dari peningkatan pendapatan pajak. Rencana ini telah melalui konsultasi dengan Bank Dunia.
Rencana Ambisius Prabowo dan Dampak Ekonomi Indonesia
Hashim Djojohadikusumo, adik kandung dari Prabowo Subianto, mengungkapkan bahwa jika kakaknya terpilih menjadi presiden, pemerintahannya akan menaikkan batas utang negara menjadi 50% dari posisi saat ini yang berada di angka 39% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendanai berbagai program ambisius yang dicanangkan oleh Prabowo dan Gibran, salah satunya adalah program penyediaan makanan bergizi gratis. Peningkatan batas utang ini akan ditopang oleh kenaikan pendapatan pajak. Hashim menyebutkan bahwa tim Prabowo telah melakukan konsultasi dengan Bank Dunia.
“Gagasan utamanya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan juga tingkat utang,” ujar Hashim, seperti dikutip dari AFP, Kamis (11/7/2024).
“Saya sudah berbicara dengan Bank Dunia dan mereka menganggap bahwa kenaikan hingga 50% adalah langkah yang bijaksana,” tambahnya.
Namun, perlu diketahui bahwa berdasarkan hukum di Indonesia, rasio utang terhadap PDB tidak boleh melebihi 60%. Hashim menegaskan bahwa Prabowo tidak akan melaksanakan kebijakan ini tanpa adanya peningkatan pendapatan negara terlebih dahulu, baik dari pajak, cukai, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dividen, royalti, dan sumber lainnya.
“Kami tidak ingin menaikkan tingkat utang tanpa terlebih dahulu meningkatkan pendapatan,” jelas Hashim.
Hashim sendiri merupakan salah satu penasihat terdekat Prabowo dan akan berperan penting dalam pemerintahan baru yang akan mulai bertugas pada bulan Oktober. Selain itu, Hashim juga dikenal sebagai pengusaha ternama di Indonesia, yang memimpin Grup Arsari yang bergerak di sektor pertambangan, pertanian, dan komoditas.
Para ekonom telah memperingatkan bahwa kenaikan rasio utang menjadi 50% bisa menyebabkan defisit anggaran melampaui batas maksimum yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 3% dari PDB. Berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara Indonesia, yang diperkenalkan setelah krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an, defisit anggaran tahunan pemerintah dibatasi hingga 3% dari PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimum adalah 60%.
Kenaikan batas utang ini juga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah, yang telah melemah lebih dari 5% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini. Hingga saat ini, Bank Dunia belum memberikan tanggapan terkait rencana kenaikan batas utang tersebut.
Sebelumnya, presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan tengah menjajaki cara untuk menghilangkan defisit fiskal dan batas atas rasio utang terhadap PDB, sebagai upaya untuk memenuhi janji kampanyenya. Namun, penasihat fiskal Prabowo, Thomas Djiwandono, menyatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya diskusi untuk menghapus batas defisit fiskal dan rasio utang.
Djiwandono menambahkan bahwa Prabowo tetap berkomitmen untuk merancang anggaran tahun 2025 sesuai dengan batas fiskal yang telah ditetapkan.
“Kami tetap berkomitmen terhadap rencana yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo untuk tahun 2025,” ujarnya kepada Reuters, Kamis (11/7/2024).
Untuk tahun depan, defisit fiskal Indonesia dipatok sebesar 2,29% hingga 2,82% terhadap PDB.
Strategi Prabowo dalam Mengelola Utang dan Pendapatan Negara
Pemerintahan Prabowo Subianto berencana meningkatkan batas utang negara hingga 50% dari PDB untuk mendanai berbagai program ambisius, termasuk penyediaan makanan bergizi gratis. Kebijakan ini didasarkan pada konsultasi dengan Bank Dunia, yang menyarankan bahwa kenaikan ini merupakan langkah yang bijaksana. Namun, peningkatan utang ini akan diimbangi dengan upaya peningkatan pendapatan negara dari berbagai sumber seperti pajak, cukai, dan PNBP.