Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam upaya memajukan industri semikonduktor. Meskipun mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan China, langkah Indonesia seringkali disusahkan oleh negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Dalam seminar ekonomi terbaru, Airlangga membahas rencana integrasi industri semikonduktor dengan investasi besar di Pulau Rempang. Namun, upaya ini terhambat oleh isu lingkungan dan regulasi yang memihak negara-negara lain.
Airlangga Hartarto Ungkap Rintangan dari Singapura dan Malaysia
Menteri Koordinator di bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dengan tegas menyatakan bahwa negara-negara tetangga tidak menghargai rencana Indonesia untuk mengembangkan industri semikonduktor. Menurutnya, upaya ini sering kali dihalangi melalui berbagai lembaga nirlaba yang ada.
Airlangga menjelaskan bahwa saat ini Amerika Serikat sedang berupaya untuk memfasilitasi masuknya Indonesia ke dalam industri pembuatan komponen semikonduktor. Selain itu, China juga menunjukkan minat pada bagian wafer semikonduktor.
“Dalam hal ini, kita akan mengintegrasikan pembangunan industri semikonduktor di Pulau Rempang dengan investasi sebesar US$ 12 miliar,” ujar Airlangga saat berbicara dalam acara Seminar Ekonomi – Perspektif Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Menuju Indonesia Emas 2045, yang diselenggarakan di Kolese Kanisius, Jakarta Pusat, pada hari Sabtu (11/5/2024).
Namun menurut Airlangga, upaya ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi negara-negara tetangga, yang seringkali menghalangi langkah Indonesia dengan memunculkan isu-isu lingkungan.
“Singapura dan Malaysia tidak senang dengan langkah ini, sehingga mereka seringkali menciptakan keributan melalui LSM-LSM, dengan tujuan agar Indonesia tidak berhasil masuk ke dalam industri semikonduktor. Itulah kenyataannya,” katanya.
Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Industri Semikonduktor di Indonesia
Airlangga juga menjelaskan bahwa Indonesia sebelumnya pernah menjadi produsen komponen semikonduktor, namun akhirnya para investor memilih untuk berpindah ke Malaysia karena regulasi yang diterapkan.
“Dari jumlah ekspor elektronik yang dilakukan, sebanyak 40% diarahkan ke Malaysia. Oleh karena itu, Indonesia harus melakukan penarikan kembali. Saat ini, industri semikonduktor Indonesia hanya terfokus pada tahap akhir, yakni pengujian dan perakitan,” ungkapnya.
Selain itu, untuk mendukung pengembangan industri semikonduktor, diperlukan banyak insinyur yang memiliki keahlian khusus dalam bidang mikroelektronik.
“Karena pembicaraan tentang semikonduktor sebenarnya berkaitan dengan desain chip. Secara sederhana, ini berarti pembuatan sirkuit listrik yang sangat kecil,” jelasnya.
Tantangan Indonesia dalam Membangun Industri Semikonduktor: Kendala, Peluang, dan Langkah-Langkah Menuju Masa Depan
Meskipun Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri semikonduktor, tantangan yang dihadapi tidak dapat diabaikan. Airlangga Hartarto menyoroti bahwa adanya hambatan dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang seringkali menggunakan isu lingkungan sebagai alat untuk mengganjal langkah Indonesia.
Ini menimbulkan kerumitan dalam mewujudkan rencana besar untuk mengintegrasikan industri semikonduktor di Pulau Rempang. Selain itu, Indonesia juga harus mengatasi masalah regulasi yang membuat investor beralih ke negara lain seperti Malaysia. Namun, dengan komitmen untuk menarik investasi, pengembangan sumber daya manusia di bidang mikroelektronik, dan peningkatan kerja sama internasional, Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan membawa industri semikonduktor menuju masa depan yang cerah.