“Padahal kalau pupuk subsidi itu Urea perzak itu hanya Rp 95.000. Tapi mau bagaimana lagi, wong di kios penyalur kami tanya katanya belum dibuka karena belum didrop dari nduwuran. Kemarin hanya untuk mupuk benih saja, terpaksa saya belikan Mutiara 10 kg Rp 10.000. Saking nggak ada pupuk sama sekali,” paparnya
Beberapa kalangan mencurigai keberadaan kondisi seperti ini biasanya ada permaiann . Hilangnya pupuk bersubsidi kerap kali memunculkanspekulasi permainan di atas. Memang, kejadian serupa sering kali terjadi.
Mbah Minto, petani lainnya asal Desa Gawan, sangat berharap agar pemerintah segera mendesak distributor untuk mengirimkan jatah pupuk ke penyalur. Sebab saat ini petani sudah sangat menunggu-nunggu.
“Petani itu sebenarnya paling manut. Harga mahal pun nggak papa asal barangnya ada. Lha ini petani sudah kelabakan, jatah masih nggak tahu kapan mau diturunkan. Petani nglakoni rabuk angel lan larang ya nembe kali ini. Wis regane larang barange ra enek. Siapa nggak judeg Mas. Kayak gini kok petani suruh sejahtera,” timpal Mbah Minto Sis. ( ed )