Sebagai informasi, seruan pembubaran TP2ID telah lama disampaikan masyarakat Kabupaten Blitar, baik dalam beberapa aksi unjuk rasa seperti yang dilakukan LSM GPI, maupun melalui forum jejak pendapat yang difasilitasi DPRD Kabupaten Blitar. Bahkan, DPRD Kabupaten Blitar melalui Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (Fraksi-GPN) mendesak Bupati Blitar Rini Syarifah membubarkan TP2ID yang keberadaanya kurang bermanfaat dan terindikasi memboroskan anggaran saja, pada rapat paripurna tahun 2022 lalu.
“Di DPRD sendiri pun yang meminta itu dibubarkan itu sebagian besar lho ya, bukan beberapa saja. Makanya sekali lagi, dibubarkan saja, daripada hanya menghambur-hamburkan anggaran,” imbuhnya.
Terpisah, Ketua TP2ID Kabupaten Blitar, Sigit Purnomo Hadi membantah adanya kabar miring tersebut. Dirinya menjelaskan, TP2ID bertugas langsung kepada Bupati Blitar dan tidak memiliki wewenang untuk memberikan instruksi pada OPD.
”Seperti di banyak daerah, TP2ID fungsinya membantu pemikiran pada Ibu Bupati dalam menjalankan visi-misi beliau. Jadi, kami tidak berhubungan dengan dinas, dalam artian TP2ID tidak bisa masuk ke ranah dinas-dinas, apa lagi untuk memberi instruksi atau segala macamnya. Misal, kalau kami memanggil Dinas PUPR, hubungannya apa? Lha yo ndak bisa saya nyuruh PUPR, saya tidak berkuasa atas rotasi atau mutasi, saya juga tidak berkuasa atas anggaran,” ungkap Sigit saat ditemui di Pendopo Agung Ronggo Hadinegoro Kabupaten Blitar.
Sekaligus, dirinya pun menjawab beberapa kritikan masyarakat pada TP2ID, yang selama ini beredar di publik. Salah satunya tentang seruan pembubaran TP2ID, karena dinilai tak diperlukan dan hanya membuang-buang anggaran Pemkab Blitar. Ia pun juga membantah isu TP2ID yang mampu mengontrol kebijakan pengadaan barang dan jasa.
“Untuk pembubaran itu murni hak prerogatif bupati. Kami hanya bisa dinilai, dalam tanda kutip kan oleh bupati, apakah kami itu membantu beliau atau tidak. Kalau dianggap menghamburkan anggaran, gaji kami hanya Rp 750 ribu dan untuk ketua Rp 1 Juta Rupiah per bulan, tanpa fasilitas apapun, itu pun tidak diambil. Kami hanya menjalankan dawuh dari guru-guru kami,” jelas Sigit.
“Kalau yang namanya isu, saya kan tidak bisa mencegah, itu hak mereka menampaikan pendapat. Monggo di cek saja, pernahkah kami terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Secara sistem juga menurut saya Kabupaten Blitar telah melakukan perubahan sistem pengadaan barang dan jasa yang luar biasa, itu diakui dan diapresiasi oleh Pemerintah Pusat,” sambungnya.
Sebagai informasi, seruan pembubaran TP2ID telah lama disampaikan masyarakat Kabupaten Blitar, baik dalam beberapa aksi unjuk rasa seperti yang dilakukan LSM GPI, maupun melalui forum jejak pendpat yang difasilitasi DPRD Kabupaten Blitar. Bahkan, DPRD Kabupaten Blitar melalui Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (Fraksi-GPN) mendesak Bupati Blitar Rini Syarifah membubarkan TP2ID yang keberadaanya kurang bermanfaat dan terindikasi memboroskan anggaran saja, pada rapat paripurna tahun 2022 lalu. (pra)