Menurut analis dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P Sasmita, ekosistem investasi di Indonesia belum sekomprehensif negara-negara seperti China, India, atau Malaysia. Hal ini membuat Tesla ragu untuk berinvestasi di sini meskipun Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia yang penting untuk baterai mobil listrik.
Alasan lain termasuk ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas rendah dan perkembangan pasar kendaraan listrik premium yang lambat di Indonesia. Tesla juga mempertimbangkan aspek lingkungan dan geopolitik sebelum membuat keputusan investasi besar di Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menyoroti pentingnya ekosistem yang mendukung bagi perusahaan teknologi seperti Tesla. Dia menekankan bahwa keberhasilan menarik investasi tidak hanya bergantung pada insentif finansial semata, tetapi juga pada infrastruktur dan ekosistem yang mendukung pertumbuhan bisnis teknologi tinggi.
Pemerintah perlu melihat pembangunan ekosistem ini sebagai investasi jangka panjang yang membutuhkan waktu dan komitmen untuk meningkatkan daya saing industri teknologi di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi dari perusahaan teknologi besar, meningkatkan nilai tambah ekonomi negara melalui pengembangan industri high tech yang berdampak global.
Tantangan dan Prospek Investasi Tesla di Indonesia
Meskipun Indonesia memiliki potensi besar sebagai pasar alternatif yang menjanjikan bagi Tesla, tantangan-tantangan seperti surplus suplai mobil listrik di China, kualitas ekosistem investasi yang belum optimal, serta masalah lingkungan dan geopolitik, membuat keputusan Tesla untuk berinvestasi di sini masih tertunda.
Upaya pemerintah dalam membangun ekosistem yang mendukung untuk industri teknologi tinggi diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investasi masa depan, serta memberikan nilai tambah signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.