Example floating
Example floating
Home

Keputusan MK Hapus Presidential Threshold: PKB Masih Tunggu Langkah Lanjutan

Avatar
×

Keputusan MK Hapus Presidential Threshold: PKB Masih Tunggu Langkah Lanjutan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

MEMO – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) belum memberikan sikap pasti terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus aturan presidential threshold sebesar 20 persen. PKB menyatakan akan melihat perkembangan dinamika politik sebelum memutuskan mendukung atau menolak keputusan tersebut.

“Benar, kami masih menunggu perkembangan,” ujar Ketua Fraksi PKB DPR RI, Jazilul Fawaid, di Jakarta pada Kamis (2/1/2025). Jazilul menganggap bahwa putusan MK ini merupakan “kado awal tahun” yang dapat memicu berbagai perdebatan, baik dari sisi pro maupun kontra.

Meski begitu, Jazilul menegaskan pentingnya pemerintah dan DPR untuk segera merespons putusan ini dengan langkah nyata. Salah satunya adalah merevisi norma dalam Undang-Undang (UU) Pemilu yang telah dihapuskan.

“Kami akan mempersiapkan langkah-langkah strategis sambil mengikuti dinamika pembahasan dari lembaga pembentuk undang-undang pasca-putusan MK ini,” tambah Wakil Ketua Umum DPP PKB tersebut.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengumumkan penghapusan aturan presidential threshold yang mengharuskan partai politik atau gabungan partai memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Putusan ini, yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (2/1/2025), memberi kesempatan kepada semua partai peserta pemilu untuk mencalonkan pasangan di Pilpres 2029.

“Menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” ujar Suhartoyo dalam sidang pengumuman putusan.

MK memandang bahwa aturan presidential threshold menciptakan ketidakefektifan dalam pengusulan calon presiden dan cenderung memberikan keuntungan bagi partai besar yang memiliki banyak kursi di DPR. Selain itu, MK menyoroti kecenderungan bahwa aturan ini membatasi kompetisi, sehingga Pilpres hanya diikuti dua pasangan calon. Hal tersebut, menurut MK, berisiko menciptakan polarisasi politik yang dapat merusak persatuan bangsa.

Baca Juga  DPRD Kota Blitar Gelar Paripurna Serah Terima Jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota

Oleh karena itu, MK menyimpulkan bahwa aturan ambang batas pencalonan presiden bertentangan dengan prinsip keadilan, moralitas, hak politik, dan kedaulatan rakyat, sehingga tidak dapat dibiarkan berlanjut.