Kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan untuk tahun 2024 menimbulkan optimisme dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, meskipun tidak tanpa tantangan. Menurut Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2024, DJS Kesehatan diproyeksikan akan tetap memiliki surplus berkat kebijakan masa pandemi Covid-19 yang masih ditanggung oleh pemerintah.
Namun, potensi peningkatan rasio klaim hingga 2027 menjadi isu krusial, serta risiko lain dalam penerimaan iuran, pengeluaran manfaat, dan pengelolaan investasi turut menghantui keberlanjutan program ini. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci perkiraan DJS Kesehatan untuk tahun 2024, risiko yang dihadapi, dan upaya mitigasi yang telah diambil oleh pemerintah.
Antara Optimisme dan Tantangan: Masa Depan Dana Jaminan Sosial Kesehatan (DJS) 2024
Pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki keyakinan yang kuat bahwa Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan akan tetap memiliki surplus hingga tahun 2024. Meskipun terdapat berbagai risiko yang harus dihadapi, salah satunya adalah peningkatan terus-menerus dalam rasio klaim, terutama dengan tidak adanya perubahan dalam tarif iuran.
Informasi ini diambil dari Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2024. Kondisi keuangan DJS Kesehatan diperkirakan akan tetap surplus hingga tahun 2024, berkat kebijakan-kebijakan yang diterapkan selama masa pandemi Covid-19, yang mana biaya kesehatan masih ditanggung oleh pemerintah. Meskipun demikian, besarnya surplus tidak diungkapkan secara spesifik dalam dokumen tersebut.
Namun, di tengah potensi surplus Dana Jaminan Sosial yang dikelola oleh BPJS Kesehatan hingga tahun 2024, pemerintah memperkirakan bahwa rasio klaim akan terus meningkat hingga tahun 2027. Pada awalnya, pada tahun 2022, rasio klaim diperkirakan sebesar 79,2%.
Namun, angka ini terus meningkat menjadi 100,4% pada tahun 2023, 114,7% pada tahun 2024, dan bahkan mencapai 133,7% pada tahun 2027.
“Peningkatan rasio klaim ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan layanan kesehatan dan penyesuaian tarif layanan kesehatan pada tahun 2023,” seperti yang dijelaskan dalam Buku Nota Keuangan tahun 2024.
Peningkatan yang terus-menerus dalam rasio klaim ini dianggap sebagai tantangan serius oleh pemerintahan Presiden Jokowi terhadap keberlanjutan DJS Kesehatan. Hal ini juga diperparah oleh risiko-risiko lainnya, seperti masalah dalam penerimaan iuran, pengeluaran manfaat, dan pengelolaan investasi.
Risiko-risiko terkait penerimaan iuran termasuk tingkat kolektabilitas yang belum optimal dalam mengumpulkan iuran dari peserta PBPU dan BP, serta kurangnya efektivitas dalam pengelolaan penagihan iuran di segmen PBPU, BP, dan PPU Badan Usaha.
Rasio Klaim Meningkat Drastis: Strategi Mitigasi Pemerintah untuk DJS Kesehatan
Di sisi lain, risiko-risiko dalam klaster pengeluaran manfaat termasuk perubahan kondisi pandemi menjadi endemi, yang berarti biaya layanan untuk kasus Covid-19 akan menjadi bagian dari manfaat program JKN. Selain itu, peningkatan penggunaan layanan kesehatan juga diakibatkan oleh peningkatan kasus rujukan internal setelah pandemi Covid-19, seiring dengan penyesuaian tarif layanan kesehatan dan penambahan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).