Kediri, Memo.co.id
Sosialisasi pemaparan hasil penelitian benda purbakala oleh team peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional kepada masyarakat di dilaksanakan hari Kamis, 14 April 2016 mulai pukul 13.00 wib sampai pukul 14.30 wib. Tamu undangan yang datang dari berbagai elemen masyarakat. Mulai dari warga masyarakat sekitar, perangkat desa, pers, tamu undangan dari pihak yang terkait dalam hal ini diwakili oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kediri, pemerhati budaya diantaranya Lembaga Pelindung Pelestari Budaya Nusantara, komunitas PASAK dan lain-lain.
Sebelum penjelasan lebih lanjut dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional acara diawali dengan penyampaian sekilas hasil penemuan oleh Eko perwakilan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Kediri. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian oleh Sukawati Susetyo Ketua team peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Sukawati menyampaikan bahwa, “tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari peradaban Hindu Budha pada zaman Kediri Singosari yang ada di Kediri. Perdaban Hindu Budha bentuknya candi, petirtaan dan juga prasasti dan lain-lain. Caranya dengan survei dan eskafasi. Alasan memilih situs ini karena saya melihat ada temuan batu yang bermunculan di tanah dengan jarak 3 meter dengan arah hadap orientasi yang ke barat. Dari situ saya membayangkan mungkin itu adalah makara. Kemudian kita menentukan lay out / menentukan titik mana yang akan di gali. Titik itu di ambil prioritas, titik mana dahulu yang akan di gali, tentunya dengan beberapa alasan. Hasil penelitian ini menemukan 3 buah makara, fragmen arca, kapala kala yang belum selesai dan balok-balok batu candi. Bahan untuk membangun ini adalah batu dan bata. Untuk mengetahui pertanggalan situs ada 2 macam cara yaitu mutlak dan relatif. Pertanggalan mutlak bisa di lihat dari angka tahun prasasti yang ada dan juga dengan analisis laboratorium. Pertanggalan relatif bisa dilihat dari persamaan dari gaya seninya. Makara adalah makhluk mitologi yang wujudnya merupakan hasil kombinasi dari 2 ekor binatang. Kalau dari India berupa gajah mina yang merupakan perpaduan antara gajah dan ikan. Tetapi kalau di Indonesia akan bervariasi yang mewujud dalam makara itu bermacam-macam binatang. Ada gajah dilihat dari belalainya, mina (ikan) ada insang di samping, singa, ular terlihat dari rahang yang bergaris, burung dan ada juga makhluk yang sebenarnya kita tidak tahu makhluk apa itu kadang seperti hewan kadang juga seperti manusia, itu yang dinamakan makhluk mitologi”.
Lebih lanjut Sukawati menambahkan untuk mengetahui langsung dari era mana, kita belum bisa memastikan karena belum menemukan prasasti yang menunjukkan angka tahun, tapi kalau dilihat gaya seninya zaman mataram kuno ada disini tapi zaman mojopahit tidak ada di sini, mungkin ini zaman peralihan dilihat dari cara mengukirnya yang berbeda. Amel menambahkan kita tidak bisa langsung memastikan kalau di Kediri pasti kerajaan Kadiri, kalau di Daha pasti kerajaan Daha karena arkeologi itu harus ada bukti otentik yang mengatakan ini Kediri pada masa Panjalu / masa Jenggala. Kalau dikatakan secara umum ini Kediri masa Panjalu atau masa Singosari masih mungkin tapi itupun memerlukan data / bukti arkeologi yang sangat otentik.
Aan salah satu audience menanyakan, “apakah keramik yang ditemukan di sekitar sini bisa langsung dijadikan pedoman pada masa kerajaan apa?”. Inge menjawab, “sebetulnya salah satu yang bisa di pakai untuk mengetahui angka tahun salah satunya keramik tapi kalau ada data lain yang mendukung baru kuat. Kita harus lebih hati-hati dalam memberikan angka tahun”.
Masfiatul Istiana menanyakan, “bagaimana kelanjutan penemuan benda purbakala ini? Apakah galian ini (titik galian tempat ditemukannya benda purbakala) akan di tutup kembali? Kan eman-eman”. Sigit Widyatmoko sekertaris cagar budaya Kabupaten Kediri menyampaikan, “Pelestarian kebudayaan bukan mutlak di tangan pemerintah. Dasarnya UU no 11 tahun 2010 pelestarian kebudayaan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat, akademisi dan pemerintah daerah. Harus ada sosialisasi ke masyarakat untuk melindungi cagar budaya yang ada. Titik galian akan di tutup demi keamanan”.
Hal ini dibenarkan oleh Amelia salah satu team Peneliti dari Puslit Arkenas. Titik galian akan di tutup kembali demi kemanan. Namun ada etikanya, setelah pendokumentasiannya selesai. Rencana galian akan di tutup hari Jum’at, 15 April 2016 atau hari Sabtu, 16 April 2016. Masyarakat sangat mengapresiasi terhadap peninggalan sejarah budaya masa lalu. ( Team Memo )