MEMO – Siti Mutiah Setiawati, seorang pemerhati Timur Tengah dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengungkapkan keraguannya terhadap komitmen Israel dalam mematuhi kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas. Pendapat tersebut didasarkannya pada beberapa alasan yang kuat.
Alasan pertama, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dinilai kurang serius dalam menangani ancaman dari sejumlah menteri penting di kabinetnya. Beberapa menteri bahkan mengancam untuk mundur jika kebijakan gencatan senjata ini tetap dijalankan. “Padahal, sebagai pemimpin pemerintahan, Netanyahu memiliki wewenang penuh untuk menggantikan menteri yang tidak mendukung kebijakannya,” ujar Siti saat berbicara di RRI Pro 3, Sabtu (18/1/2025).
Ia juga menyebutkan bahwa gencatan senjata ini disponsori oleh Presiden AS Joe Biden, yang masa jabatannya segera berakhir. “Donald Trump, sebagai penggantinya, tidak mendukung perjanjian ini. Bahkan, Trump pernah mengancam akan meratakan Gaza jika Hamas tidak segera membebaskan sandera Israel,” tambahnya. Menurut Siti, kemungkinan besar kesepakatan ini hanya langkah politik Biden untuk meninggalkan kesan positif di akhir masa jabatannya.
Indikator lain yang menguatkan keraguannya adalah fakta bahwa Israel tetap melancarkan serangan ke Gaza meskipun kesepakatan gencatan senjata sudah diumumkan pada Rabu (15/1/2025). “Jika benar-benar serius, serangan seperti itu seharusnya dihentikan, meskipun gencatan senjata baru efektif berlaku pada Minggu (19/1/2025),” katanya.