Setelah berorasi, dua anggota DPRD Kabupaten Blitar, Mohammad Rifai dari PKB dan Sugianto dari Gerindra, menemui massa untuk menerima aspirasi mereka. Dalam tanggapannya, Sugianto menegaskan bahwa penyampaian pendapat adalah bagian dari demokrasi yang harus dijaga.
“Demokrasi memberi ruang bagi setiap warga untuk bersuara. Kami akan menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi masyarakat ini. Hukum harus menjadi alat untuk keadilan, bukan alat untuk membungkam suara rakyat,” ujar Sugianto.
Usai menyampaikan tuntutan di DPRD, massa bergerak menuju Kantor Bupati Blitar. Di sana, mereka memberikan apresiasi atas sejumlah program pro-rakyat yang telah dijalankan Pemerintah Kabupaten Blitar selama periode 2021–2023 di bawah kepemimpinan Bupati Rini Syarifah. Program seperti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), redistribusi tanah, dan pemanfaatan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dianggap memberikan manfaat nyata bagi petani dan nelayan.
“Kami mengapresiasi kebijakan Pemkab yang membantu rakyat kecil, terutama petani dan nelayan. Ini adalah contoh keberpihakan kepada masyarakat. Kami berharap program seperti ini terus dilanjutkan,” ujar salah satu peserta aksi.
Aksi damai FMPN ini menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan. Mereka berharap demokrasi di Kabupaten Blitar bisa menjadi lebih bersih dan adil, tanpa intimidasi atau rekayasa hukum.
“Kami ingin pemimpin yang berani, jujur, dan berpihak kepada rakyat. Jangan sampai demokrasi hanya menjadi alat kekuasaan segelintir orang,” tegas Joko mengakhiri orasinya.
Aksi berakhir dengan tertib setelah massa membubarkan diri pada sore hari. Mereka berjanji akan terus mengawal tuntutan yang telah disampaikan demi terwujudnya demokrasi yang berpihak kepada masyarakat kecil. **