Jakarta, Memo.co.id
Novel Baswedan tetap menolak mengungkap siapa jenderal yang dikatakannya terlibat dalam perencanaan serangan zat asam terhadapnya.
Dalam pemeriksaan resmi pertama tentang kasus serangan zat asam itu, Novel menyatakan hanya membuka nama sang jenderal kepada suatu tim gabungan pencari fakta. Hal itu disampaikan salah satu kuasa hukum Novel, Alghiffari Aqsa dari LBH Jakarta, kepada wartawan BBC Indonesia Mehulika Sitepu.
“Tadi Novel juga ditanyakan mengenai daftar ancaman terhadap orang-orang KPK yang dia sampaikan di salah satu stasiun TV namun dia tidak mau menjawab atau menjabarkan daftar tersebut,” kata Alghiffari.
Disebutkan, tentang hal itu pun, Novel hanya akan menjawab jika sudah dibentuk tim gabungan pencari fakta. Tim gabungan pencari fakta hingga saat ini belum dibentuk karena membutuhkan mandat dari Presiden.
Masalahnya, sejauh ini polisi menolak membentuk tim gabungan itu, dengan alasan tidak bersifat pro-justisia atau tidak mengikat secara hukum. Tim ini berbeda dengan tim gabungan Polri dan KPK yang dibentuk Kapolri, namun ditolak oleh Novel.
Alghiffari menyatakan bahwa Novel kooperatif dalam pemeriksaan “walaupun ada beberapa hal yang tidak dipenuhi oleh kepolisian secara administrasi.”
Yang dimaksud dengan administrasi adalah surat keterangan dokter dan izin dari otoritas setempat. Alghiffari menambahkan bahwa mereka “masih pesimis kasus ini bisa diselesaikan oleh kepolisian makanya tim advokasi Novel dan Novel sendiri mendesak tim gabungan pencari fakta.”
Kekecewaan Novel
Novel juga menyampaikan beberapa kekecewaan yang dialaminya selama pemeriksaan. Ia memapar kekecewaan itu dalam siaran pers kepada wartawan. Yakni:
Saksi-saksi kunci dipublikasi oleh polisi yang membuat mereka sekarang merasa terancam.
Penyidik sebelumnya terburu-buru membuat kesimpulan sendiri dan mempublikasikan kesimpulan tersebut, sehingga terkesan menutupi pihak-pihak tertentu.
Tidak ditemukannya sidik jari pada cangkir yang digunakan untuk menyiram Novel dengan air keras.
Penyidik tidak memberikan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) ke keluarga Novel, yang merupakan hak bagi pelapor.
Novel pernah dikirimkan foto oleh anggota Densus 88 yang melakukan investigasi. Foto itu kemudian dikirimkan ke Kapolda dan Dirkrimum Polda Metro Jaya pada pertengahan April.
Pemeriksaan berlangsung di KBRI Singapura, setelah kontroversi berkepanjangan, terkait ketidak-sediaan Novel Baswedan yang menganggap tim Polri tidak serius dalam menangani kasusnya. Novel diperiksa tim Polda Metro Jakarta Senin pagi (14/8) mulai pukul 11.00 waktu setempat (10.00 WIB) hingga pukul 17:00, seperti dikatakan istri Novel, Rina Emelda kepada wartawan BBC Indonesia Mehulika Sitepu.
“Dari kediaman berangkatnya jam sembilan tapi saya dapat info dari yang dampingi di sana, baru mulai diperiksa jam 11 karena mungkin teknisnya belum siap,” kata Rina.
Novel didampingi oleh tim biro hukum KPK dan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) sebagai kuasa hukum. Dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, juga ikut menemani.
Keterangan lebih jauh tentang pernyataan bahwa ada seorang jenderal polisi yang terlibat dalam perencanaan serangan zat asam terhadapnya, adalah yang paling ditunggu dari kesaksian Novel dalam pemeriksaan ini. Novel beberapa kali mengulangi pernyataan tentang jenderal polisi ini, termasuk dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia beberapa waktu lalu di Singapura.
Namun polisi pulang dengan tangan hampa, karena Novel bersikeras hanya akan mengungkapkan hal itu kepada Tim Independen Pencari Fakta yang hingga kini belum terbentuk. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa Novel “tidak ada keberatan sama sekali” terhadap pemeriksaan polisi hari ini, meski sebelumnya Novel meragukan itikad kepolisian untuk mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya. ( nu)