Cuaca panas yang menyengat telah melanda beberapa daerah di Indonesia, terutama Jakarta dan sekitarnya, menimbulkan kekhawatiran bagi warga. Namun, di balik panasnya cuaca, ada sejumlah faktor yang berperan dalam fenomena ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengidentifikasi penyebabnya, termasuk pengaruh El Nino, fenomena ekuinoks, dan kondisi awan serta angin. Dalam artikel ini, kami akan merinci faktor-faktor yang memicu cuaca panas yang tak tertahankan ini dan bagaimana mereka memengaruhi Indonesia.
Fenomena El Nino dan Pengaruhnya terhadap Musim Kemarau Panjang
Suhu yang sangat panas dan menggigit telah melanda beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Hal ini dapat dikaitkan dengan beberapa faktor seperti angin El Nino, fenomena ekuinoks, dan kondisi cuaca.
Menurut informasi yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada tanggal 16 hingga 17 September pukul 07.00 WIB, beberapa wilayah melaporkan suhu maksimum yang sangat tinggi. Rekor tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Sultan Hasanuddin (Sulsel) dengan suhu maksimum mencapai 36,4 derajat Celsius.
Selain itu, Stasiun Meteorologi Kartajati (Majalengka, Jabar) juga mencatat suhu yang tinggi, yaitu 36,2 derajat Celsius.
Di wilayah sekitar Jabodetabek, Stasiun Klimatologi Banten mencatat suhu sekitar 35,4 derajat Celsius, sementara Stasiun Geofisika Tangerang (Banten) mencatat suhu sekitar 35 derajat Celsius.
Menurut prakiraan BMKG untuk hari ini, Senin (18/9), beberapa wilayah di Jakarta juga akan mengalami suhu maksimum yang cukup tinggi. Sebagai contoh, Jakbar diperkirakan mencapai suhu maksimum sekitar 33 derajat Celsius dengan kelembapan mencapai 90 persen.
Selain itu, Jakpus akan mencapai suhu maksimum sekitar 31 derajat Celsius dengan kelembapan mencapai 80 persen, sedangkan Jaksel akan mencapai suhu sekitar 33 derajat Celsius dengan kelembapan mencapai 90 persen. Begitu juga dengan Jaktim yang diperkirakan mencapai suhu maksimum sekitar 33 derajat Celsius dengan kelembapan mencapai 90 persen, dan Jakut dengan suhu maksimum sekitar 31 derajat Celsius dan kelembapan mencapai 80 persen.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, mengungkapkan bahwa cuaca panas dan cerah seperti ini masih akan berlangsung hingga bulan Oktober mendatang. Namun, ia juga memprediksi bahwa suhu akan mulai turun pada akhir tahun 2023. Beberapa faktor yang memengaruhi kondisi ini adalah keadaan awan dan kecepatan angin.
Menurut Guswanto, cuaca panas ini dipengaruhi oleh jumlah awan yang ada. Ketika Jabodetabek memiliki sedikit awan, sinar matahari akan lebih terik karena tidak ada hambatan. Hal ini sangat tergantung pada tutupan awan dan kecepatan angin.
Kondisi yang paling panas atau tidak nyaman terjadi ketika langit cerah tanpa awan dan kecepatan angin relatif rendah.
Mengungkap Misteri Cuaca Panas: El Nino, Ekuinoks, dan Perubahan Iklim
Menurut Ikhtisar Cuaca Harian BMKG, pertumbuhan awan hujan cenderung meningkat di beberapa wilayah, sementara daerah selatan khatulistiwa, seperti Jawa hingga Nusa Tenggara, memiliki sedikit awan. Kecepatan angin di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara berkisar antara 21 hingga 27 knot (38,9 hingga 50 km per jam).
Guswanto menjelaskan bahwa penurunan suhu siang hari akan terjadi ketika tutupan awan meningkat. Diperkirakan pada bulan Oktober, kondisi atmosfer akan menjadi lebih lembap meskipun hujan masih minim.