“Perlu diingat bahwa Bulog tidak mencampuradukkan atribut politik dalam prosesnya,” tambahnya.
Bayu juga menjelaskan bahwa Bulog memiliki banyak kerjasama dengan jaringan distributor dan ritel modern untuk mempercepat stabilisasi harga dan stok beras. Oleh karena itu, beras SPHP dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
Distribusi Merata atau Kontroversi? Isu Netralitas di Balik Beras Bulog
Saat ini, masyarakat dihebohkan oleh unggahan foto yang menunjukkan stiker kampanye pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang ditempel pada beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dimiliki oleh Perum Bulog.
Foto tersebut diunggah oleh seorang pengguna media sosial bernama Jhon Sitorus melalui akun @Miduk17. Menurutnya, pasangan calon nomor urut dua, Prabowo-Gibran, diduga melanggar aturan Pilpres dengan menggunakan beras Bulog untuk kepentingan kampanye mereka.
“Ia sudah melanggar konstitusi, aturan debat, netralitas aparat, dan integritas sebagai pejabat. Sekarang, mereka bahkan menggunakan beras Bulog untuk kampanye. Sepertinya kabinet Jokowi sedang memberikan dukungan kepada Prabobro-Gibran,” tulisnya dalam unggahan tersebut.
Beras Bulog dan Kontroversi Politik: Tanda Tanya Netralitas dan Integritas
Dalam menyikapi dugaan penggunaan beras Bulog untuk kepentingan kampanye Prabowo-Gibran, Bayu Krisnamurthi menegaskan bahwa setelah beras dipasarkan, Bulog kehilangan kendali terhadap penggunaannya. Meskipun distribusi beras SPHP merata, foto stiker kampanye tetap memunculkan pertanyaan akan netralitas dalam konteks politik.
Sementara itu, publik mempertanyakan integritas pasangan calon nomor urut dua, dengan beberapa pihak menyebutnya sebagai pelanggaran aturan Pilpres. Kontroversi ini menyoroti peran Bulog dalam konteks politik dan meninggalkan pertanyaan besar terkait netralitas instansi BUMN.