Kenaikan pajak hiburan hingga 40% di Jakarta menimbulkan keberatan dari sejumlah tempat karaoke, yang masih merasakan dampak merugikan pandemi Covid-19. Para pengelola, seperti Miko dari NAV Karaoke Blok M Square, menyatakan bahwa bisnis mereka belum pulih sepenuhnya, dengan jumlah pelanggan yang masih jauh dari tingkat sebelum pandemi.
Bagaimana dampak kenaikan pajak ini berpotensi memperparah kondisi bisnis dan membuat pelanggan semakin enggan datang?
Tantangan Miko dan Pengelola Karaoke Pasca-Covid
Beberapa lokasi karaoke di Jakarta menyatakan keberatannya terhadap kenaikan pajak hiburan hingga 40%. Para pengelola menyampaikan bahwa bisnis mereka belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19.
Miko, supervisor NAV Karaoke Keluarga Blok M Square, menyatakan bahwa jumlah pelanggan yang datang ke tempatnya telah mengalami penurunan akibat pandemi. Sebelum Covid-19, lantai 5 mal tempatnya bisa menarik ratusan pelanggan setiap hari.
Selama masa pemulihan, Miko mencatat bahwa jumlah pengunjung mulai naik perlahan menjadi puluhan orang, tetapi belum mencapai tingkat sebelum pandemi. Saat ini, rata-rata hanya ada sekitar 30 orang, dibandingkan dengan ratusan orang seperti sebelumnya.
Miko menekankan bahwa setiap tempat hiburan memiliki pelanggan tetap, namun pandemi telah mempengaruhi kondisi keuangan pelanggan setia yang ia kenal. Sebagian dari mereka tidak kembali setelah pandemi karena mengalami kesulitan finansial.
Miko khawatir kenaikan pajak hiburan hingga 40% akan membuat pelanggan semakin jarang datang, terutama karena hal ini langsung memengaruhi biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen.
Kenaikan pajak hiburan, termasuk untuk karaoke, merupakan dampak dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Undang-undang ini mengatur besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dengan tarif antara 40% hingga 75%.
Dwi dari Roppongi Papa Ungkap Kondisi 50% Pemulihan Bisnis
Pemerintah DKI Jakarta kemudian menerapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menetapkan tarif pajak untuk sejumlah tempat hiburan, termasuk karaoke, sebesar 40%, naik dari 35%. Aturan ini mulai berlaku pada 5 Januari 2024.
Tidak hanya Miko, pengelola karaoke lainnya seperti Dwi dari Roppongi Papa juga mengaku bahwa bisnisnya masih mengalami kesulitan pasca-pandemi. Dwi menyebut bahwa proses pemulihan bisnisnya baru mencapai sekitar 50% dari kondisi normal sebelum pandemi.
Sebagai contoh, dia harus menutup salah satu lantai tempatnya karena minimnya tamu, yang membuatnya sulit untuk menjalankan kedua lantai secara efisien.
Di sisi lain, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa industri hiburan telah pulih dari dampak Covid-19, dan tarif pajak hiburan antara 40-75% sudah lama diterapkan pada masa tersebut.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana, mengungkapkan bahwa total pendapatan daerah dari pajak hiburan mencapai Rp 2,2 triliun pada tahun 2023, mendekati realisasi pada 2019 sebelum pandemi sebesar Rp 2,4 triliun.
Lydia juga menyoroti bahwa UU HKPD memberikan ruang bagi pelaku usaha hiburan untuk mendapatkan insentif fiskal jika mereka mengalami kesulitan.
Tantangan Pemulihan Bisnis Karaoke Pasca-Pandemi: Harapan dan Kenyataan di Jakarta
Meskipun pemerintah mencatat pulihnya industri hiburan, termasuk pendapatan pajak hiburan yang mencapai Rp 2,2 triliun pada 2023, pengelola karaoke seperti Dwi dari Roppongi Papa tetap menghadapi tantangan.
Dwi mengungkapkan bahwa bisnisnya baru mencapai sekitar 50% pemulihan dari kondisi sebelum pandemi, dengan pengoperasian terbatas dan penutupan sebagian area. Dalam konteks ini, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) menekankan adanya ruang bagi pelaku usaha hiburan untuk mendapatkan insentif fiskal sesuai dengan Pasal 101 UU HKPD.
Namun, apakah insentif ini mampu memberikan bantuan yang cukup bagi pengusaha karaoke yang masih berjuang? Hati-hati, karena tantangan masih menanti di tengah langkah pemulihan yang belum merata.